Selasa 05 Feb 2019 19:24 WIB

Reaktivasi Kereta Garut Terkendala Keinginan Warga Terdampak

Masih ada 10 rumah yang enggan menandatangani perpindahan.

Rep: Eric Iskandarsjah/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja memperbaiki bantalan rel Kereta Api (KA) di lokasi anjloknya gerbong listrik KA Malabar jurusan Malang-Bandung di KM 302+3/4 di Desa Karangkamulyan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (2/2/2019).
Foto: Antara/Adeng Bustomi
Pekerja memperbaiki bantalan rel Kereta Api (KA) di lokasi anjloknya gerbong listrik KA Malabar jurusan Malang-Bandung di KM 302+3/4 di Desa Karangkamulyan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (2/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Di tengah proses reaktivasi kereta api Cibatu-Garut Kota yang dilakukan pemerintah pusat, Paguyuban Masyarakat Bantaran Rel Kereta Api Garut, Jawa Barat, masih mempersoalkan keseriusan Gubernur Jawa Barat untuk menyediakan lahan relokasi. Sekretaris Paguyuban Masyarakat Bantaran Rel Kereta Api Garut, Alimuddin mengatakan, di tengah proses pendataan dan pembayaran sejumlah uang kerohiman bagi masyarakat, ia meminta Pemerintah Kabupaten Garut untuk menjembatani pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

“Secara prinsip masyarakat tidak menolak adanya reaktivasi rek kereta, namun di tengah proses pendataan dan pembongkaran bangunan yang berada di bantara rel, kami meminta kepada Pemerintag Provinsi Jawa Barat untuk memberikan solusi,” kata Alimuddin, Selasa (5/1).

Ia menekankan, paguyuban berharap adanya master plan lahan relokasi bagi warga terdampak agar mendapatkan ganti rugi yang layak dari pemerintah. Selain itu, paguyuban juga berharap rel dapat dibangun di jalur lain.

“Minimal seperti dibuatkan rumah tapak atau apa, jangan asal bongkar, warga sebenarnya siap mencicil rumah jika disediakan,” ujarnya.

Akibat belum adanya kejelasan soal tanggung jawab Pemerintah Provinsi, hingga kini masih ada 10 rumah  yang enggan menandatangani perpindahan.

Manajer Humas PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 2 Bandung, Joni Martinus menyatakan, sesuai dengan intruksi dan penugasan dari pemerintah pusat mengenai proses reaktivasi, pihaknya saat ini tengah fokus melakukan pendataan, pembayaran uang kerohiman.

“Alhamdulillah banyak warga yang sudah membongkar sendiri bangunannya,” ujar Joni.

Menurutnya, permintaan untuk membuat jalur baru sulit terwujud, selain bakal menimbulkan pembengkakan anggaran, juga dampak sosial yang ditimbulkan bakal lebih besar bagi masyarakat Garut.

Proses reaktivasi dengan menghidupkan jalur yang sudah ada, lanjutnya, merupakan hasil dari studi kelayakan, sehingga dampak yang ditimbulkan hanya berkisar bagi mereka yang selama ini mendiami lahan milik PT KAI.

Ia pun menilai, sebenarnya banyak masyarakat yang justru mendukung upaya pengaktifan rel tersebut. Warga terdampak, lanjut dia, justru sadar telah menempati lahan kereta api sekian puluh tahun tidak dipungut biaya.

Seperti diketahui reaktivasi kereta api Garut tahap pertama sepanjang 19,8 kilometer dari Cibatu hingga Garut Kota, merupakan reaktivasi pertama yang dilakukan pemerintah di pulau Jawa. Selain menghindari kemacetan lalu lintas, kehadiran kereta diharap juga mampu menghidupkan ekonomi masyarakat terutama sektor pariwisata sektor lainya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement