Senin 04 Feb 2019 06:19 WIB

Siapkah Hidup tanpa Kantong Plastik?

Banyaknya sampah plastik menunjukkan pemerintah tidak mampu kelola sampah.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Bilal Ramadhan
Warga menenteng barang mengunakan kantong plastik di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (3\10).
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Warga menenteng barang mengunakan kantong plastik di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (3\10).

REPUBLIKA.CO.ID, “Bang, minta plastik, dong!” kalimat itu terdengar lantang dari seorang ibu-ibu paruh baya yang hendak membeli sebungkus bakso dan sosis di lapak dagangan milik Adul. Laki-laki berusia 29 tahun itu lalu menarik bungkus plastik yang dia kaitkan tepat di sisi kanannya dengan cepat.

Laki-laki keturunan Sunda itu memasukkan barang belanjaan ibu tersebut dan menerima uang yang diberikan kepadanya. Setelah mendapat kembalian, ibu-ibu itu bergegas keluar dari Pasar Induk Kramatjati, di Jakarta Timur. Tampaknya, dia memang tergesa-gesa sehingga harus bergegas meninggalkan Adul di pasar yang dikelola oleh PD Pasar Jaya itu.

“Ya, begitu. Nanti bagaimana kalau kita enggak kasih kantong plastiknya? Pembeli pasti marah-marah. Pembeli kan ‘raja’,” keluh Adul kepada Republika beberapa waktu lalu.

Adul telah berjualan aneka bahan makanan olahan seperti bakso, sosis, nugget, dan cireng selama lima tahun. Selama itu pulalah dia menjajakan dagangannya dan membungkus barang-barang yang dobeli para pembeli dengan kantong plastik.

Di sisi kanannya itu, tak hanya tersedia satu bendel kantong plastik berwarna putih. Masih ada satu bendel kantong plastik berwarna merah di atasnya dan kantong plastik berukuran lebih kecil di sisi kirinya.

Meskipun dia mengetahui adanya peraturan mengenai pengurangan kantong plastik, dia terpaksa mengabaikannya. Konsumen atau pembelinya sangat membutuhkan kantong plastik untuk menampung barang-barang belanjaannya.

“Kan kasihan. Masa kita tega lihat pembeli, ibu-ibu, menenteng-nenteng beginian (menunjuk barang dagangannya)? Janganlah, kasihan,” kata Adul.

Adul keberatan jika penjual nantinya didenda bila menyediakan kantong plastik sesuai dengan peraturan pengurangan kantong plastik. Sebab, sejauh ini masih banyak pedagang-pedagang lainnya yang juga masih menyediakan kantong plastik, yang seharusnya juga dilakukan denda.

Namun, Adul mengetahui mengapa kantong plastik yang sangat dibutuhkan masyarakat itu harus dilarang untuk digunakan. “Setahu saya ya memang katanya memenuhi sampah. Tapi ya enggak tahu juga karena sampah kan sudah ada yang mengurusi,” ujar dia.

Seorang pembeli yang juga merupakan ibu wiraswasta, Rohwati mengatakan, kantong plastik sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Tiap hari, ibu satu anak itu mengumpulkan sampah-sampah di rumahnya dalam satu plastik, tanpa dipilah. Selanjutnya, dia berikan kepada para petugas yang bertugas mengambil sampah-sampah di rumah ke rumah.

“Ya sudah, sampahnya kan sudah ada yang mengurus. Saya kan bayar setiap bulan Rp 25 ribu,” kata Rohwati.

Ia mengaku tak pernah membawa kantong belanja sendiri dari rumah. Malah, dia merasa sangat senang bila setiap ke pasar diberikan kantong plastik yang besar untuk membawakan barang-barang belanjaannya. Perempuan yang tinggal di wilayah Condet, Jakarta Timur, itu juga merasa malu bila harus membawa tas-tas belanja besar untuk berbelanja.

Ia juga memilih untuk tidak menyetujui peraturan pelarangan kantong plastik diterapkan. Sebab, dia merasa sangat membutuhkan plastik di kehidupan sehari-harinya. Namun, bila memang nantinya peraturan itu benar-benar diterapkan, dia terpaksa menuruti.

“Namanya orang kecil, ya ikut Pemerintah saja lah. Mungkin nanti saya bawa baskom atau ember kali ya buat nenteng belanjaan,” kata dia.

Peraturan mengenai pengurangan kantong plastik sebenarnya telah tertera di sebuah Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam pasal 21, disebutkan, “Dalam rangka pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, penanggung jawab dan/atau pengelola pusat perbelanjaan, toko modern dan pasar, wajib menggunakan kantong belanja yang ramah lingkungan.”

Meskipun demikian, tampaknya aturan ini tak berjalan dengan semestinya. Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan mengeluarkan sebuah peraturan gubernur (pergub) yang memperkuat pasal 21 tersebut.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menyatakan konsumen atau masyarakat Indonesia saat ini belum siap dengan akan adanya penguatan pelarangan kantong plastik. Apalagi, bagi mereka yang terkadang belanja sangat sedikit atau terburu-buru.

“Kita lihat kasihan, konsumen kita itu enggak siap 100 persen. Bagaimana ujuk-ujuk mereka datang belanja atau lewat, turis lah misalnya. Mereka datang ke sini. Masa dia harus bawa kantong dari rumah. Kan enggak dong,” kata Tutum.

Dia meminta aturan ini diberlakukan bertahap kepada masyarakat mengingat hal ini memengaruhi pola perilaku masyarakat dan bertujuan untuk menjaga lingkungan. Selanjutnya dia meminta pemprov untuk mengelola sampah dengan serius.

“Sekarang saya tanya, penggunaan plastik yang salah atau buang kantong plastiknya yang salah? Buang sampahnya yang salah. Siapa sih yang buang sampah ke laut? Ke sungai? Itu menunjukkan ketidakmampuan pemerintah mengelola sampah,” kata dia.

Selain itu, dia juga meminta penerapan aturan itu berlaku di seluruh aspek pengelola ritel atau penjual. Jangan sampai, kata dia, ada ketidak-adilan muncul, dimana masyarakat lebih memilih sebuah toko yang menyediakan kantong plastik, sementara barang yang dijual adalah sama.

Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Rahmawati mengatakan, berdasarkan survei yang telah dilakukannya, masyarakat DKI telah siap tak lagi menggunakan kantong plastik. “Kalau kita survei sebenarnya memang relatif jawabannya bersedia (tak gunakan kantong plastik),” kata Rahma.

Berdasarkan data yang dihimpun DLH DKI Jakarta, sebanyak 84,5 persen responden setuju peraturan pengurangan kantong belanja plastik. Lalu sebanyak 75,3 persen responden bersedia membawa tas kain.

Selanjutnya, sebanyak 59,3 persen responden setuju penerapan harga untuk kantong belanja plastik dan sebanyak 58,7 persen responden setuju pengurangan kantong belanja plastik. Survei ini dilakukan pada Februari hingga Maret 2018 lalu dengan jumlah responden 1.200 dari sekitar 10 juta penduduk di DKI Jakarta.

Rahma meluruskan, jenis plastik yang akan dikurangi sesuai dengan perda adalah hanya kantong plastik yang digunakan untuk mewadahi belanjaan. Sementara, plastik yang digunakan untuk bahan makanan, masih diperbolehkan untuk digunakan.

Pergub mengenai pengurangan kantong plastik kata dia, sampai saat ini masih dalam tahap akan dilakukan uji publik. Dia berharap pada Maret 2019 mendatang pergub tersebut akan selesai dan ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.

“Pergub itu lebih ke penjelasan lebih detail, mekanisme, siapa yang kena, kewajibannya, penerapannya seperti apa, pembinaannya akan gimana. Penjabaran lebih lanjut dari Perda Nomor 3 Tahun 2013 pasal 21 dan pasal 129,” ujar dia.

Dia berharap, dengan adanya peraturan-peraturan ini, masyarakat mengetahui pentingnya pengurangan kantong plastik. Hal ini menjadi patokan bagi DLH untuk mengedukasi lebih lanjut mengenai sifat kantong plastik yang tak ramah bagi lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement