Rabu 30 Jan 2019 18:13 WIB

Pakar: KPU tidak Bisa Dipidanakan Soal Polemik OSO

KPU tidak melakukan penyalahgunaan wewenang dalam konteks pencalonan OSO.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Pakar Hukum Tata Negara Bvitri Susanti.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Bvitri Susanti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli hukum tata negara, Bvitri Susanti, mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU), tidak bisa dipidanakan terkait polemik pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota DPD. KPU tidak melakukan penyalahgunaan wewenang dalam konteks pencalonan OSO. 

“Kalau melihat dari sisi hukum pidana, pasal 421 intinya seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan, memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkam sesuatu," ujar Bvitri kepada wartawan usai mengisi diskusi di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/1). 

Terkait penyalahgunaan kekuasaan, Bvitri menilai KPU tidak melakukan hal itu. Sebab, KPU melaksanakan tugas dengan merujuk kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

Konstitusi, dia mengatakan, menjadi dasar dan ada bernegara. "Betul ada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), ada putusan Mahkamah Agung (MA) dan ada putusan Bawaslu. Tetapi di mana saja yang dijadikan dasar itu konstitusi. Semua di bawah konstitusi sebagaimana asas kenegaraan kita," kata Bvitri. 

Karena itu, tidak ada benturan hukum dalam polemik OSO dan sikap KPU sudah benar. Semua putusan hukum harus merujuk kepada putusan MK. 

Dia menjelaskan jika dugaan penyalahgunaan kekuasaan bisa dilihat dari dua sisi, yakni konstruksi hukum pidana dan administrasi negara. Dengan kata lain, bisa dilihat jika penyalahgunaan kewenangan bisa dilakukan dalam bentuk tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum. 

"Ini jelas tidak terjadi sebab kita bicara konstitusi. Kalau disebutkan menyalahgunakan prosedur untuk mencapai tujuan tertentu, itu pun sangat lemah," katanya. 

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Koordinator bidang politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz. Menurut Donal, pasal 421 juncto pasal 216 ayat (1) KUHP tidak memenagaskan putusan yang dimaksud. 

KPU pun, kata dia, sudah menjalankan putusan MK. "Sehingga unsur 'dengan sengaja tidak menjalankan' tersebut menjadi gugur. Sebab KPU sudah menjalankan putusan MK. KPU sudah bersikap sangat tepat sebab merujuk kepada putusan yang paling tinggi, yakni putusan MK," tambahnya. 

Sebelumnya, kuasa hukum OSO, Herman Kadir, menyatakan telah melaporkan KPU ke Polda Metro Jaya. Laporan ini tertanggal 16 Januari 2019 dengan NomorLP/334/1/2019/PMJ/Dit.Reskrimum. Pihak yang dilaporkan adalah Ketua KPU Arief Budiman dan enam komisioner KPU. 

Mereka dianggap melanggar Pasal 421 KUHP jo 216 ayat (1) KUHP karena tidak melaksanakan perintah undang-undang atau tidak menjalankan putusan PTUN atau Bawaslu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement