Rabu 30 Jan 2019 16:41 WIB

Pakar: Indonesia Barokah Lebih Berat daripada Kasus Dhani

Kepolisian diingatkan agar proses hukum Indonesia Barokah tidak diputar-putar.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Karta Raharja Ucu
Terdakwa kasus ujaran kebencian Ahmad Dhani menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (28/1/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus ujaran kebencian Ahmad Dhani menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (28/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian diingatkan untuk memperlakukan semua laporan hukum yang masuk secara sama. Seperti dalam kasus Tabloid Indonesia Barokah dan kasus ujaran kebencian Ahmad Dhani.

Pendapat itu disampaikan Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakir saat ditanya soal proses hukum tabloid Indonesia Barokah. Ia berpendapat, jangan sampai sampai proses hukum terhadap tabloid Indonesia Barokah diputar-putar. Sebab jika itu yang terjadi, Muzakir khawatir masyarakat tidak percaya kepada aparat penegak hukum.

Baca Juga

Dia pun membandingkan proses hukum tabloid Indonesia Barokah dengan kasus Ahmad Dhani. Menurutnya, kasus tabloid Indonesia Barokah lebih berat ketimbang kasus Dhani.

"Mencaci-maki kayak Ahmad Dhani saja kayak begitu. Lah ini pakai tabloid lagi. Berarti kalau dalam bahasa KUHP itu (ada) pemberatan. Mestinya polisi langsung melakukan penyelidikan. Kalau oke ya langsung penyidikan, karena itu kan selebaran gelap. Kalau resmi kan dia punya izin sebagai kegiatan jurnalistik," kata dia saat berbincang dengan Republika.co.id, Selasa (29/1).

Ia berpendapat semestinya kepolisian langsung melakukan penyelidikan atas kasus tabloid Indonesia Barokah tanpa harus menunggu penilaian Dewan Pers. Bahkan menurutnya, polisi cukup berkomunikasi lewat telepon untuk mengetahui apakah Indonesia Barokah terdaftar di dewan pers.

"Enggak perlu menunggu Dewan Pers. Telepon saja Dewan Pers apakah tabloid ini terdaftar di situ apa tidak. Kalau tidak, langsung proses. Enggak usah menunggu ke sana, lapor ke sana kemari," tutur dia.

Hasil penilaian dewan pers, lanjut Muzakir, juga cukup dibaca saja sembari memproses hukum tabloid Indonesia Barokah. Menurut Muzakir, komunikasi antara kepolisian dan dewan pers tidak perlu sampai polisi harus menunggu surat resmi dari Dewan Pers terkait penilaian atas tabloid Indonesia Barokah.

"Klarifikasi itu bisa lewat surat, di faksimile juga bisa, di email juga bisa. Ya profesional sedikitlah supaya masyarakat percaya," katanya.

Kemudian, Muzakir menambahkan, dalam memproses tabloid Indonesia Barokah, polisi juga harus menelusuri apakah ada keterlibatan anggota tim dari dua kubu pasangan capres-cawapres 2019. "Entah itu donatur atau ide. Kalau ada, ditegur, jika perlu, dipenalti yang bersangkutan. Tegas saja," ungkap dia.

Sebelumnya Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, menyebutkan, pihaknya sudah menerima laporan terkait tabloid Indonesia Barokah dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Kepolisian mengkaji laporan tersebut sembari menunggu hasil kajian tabloid itu dari Dewan Pers.

"Dari Bareskrim, hari Sabtu (26/1) sudah terima laporan pengaduan dari BPN. Laporan pengaduan tersebut hari ini dikaji tim sambil menunggu rekomendasi Dewan Pers," ujar Dedi.

photo
Tabloid Indonesia Barokah.

Dedi menerangkan, tim dari Direktorat Pidana Umum Bareskrim sudah dibentuk untuk mengkaji laporan BPN tersebut. Sembari menunggu hasil kajian komprehensif dari Dewan Pers, tim tersebut juga akan mengumpulkan bahan-bahan yang terkait dengan laporan itu.

"Ketika (rekomendasi) Dewan Pers masuk, bahan kita sudah cukup, baru nanti ada timeline gelar perkara, menentukan timeline-nya," jelas Dedi. Proses penyelidikan dan penyidikan atas laporan tersebut, lanjut dia, pun akan dilakukan setelah surat resmi rekomendasi dari Dewan Pers diterima oleh kepolisian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement