REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan ada 50,6 persen responden yang menonton debat, 46,7 persen tidak menonton debat dan 2,7 persen tidak tahu/tidak jawab. Kendati demikian, tak semua penonton menyaksikan debat sampai tuntas.
Peneliti LSI Adjie Alfaraby menyampaikan dari jumlah responden yang menonton debat, hanya 29,6 persen penonton yang menyaksikan debat sampai selesai. "Yang tidak menonton debat sampai hampir setengah dari responden. Begitu pun yang menonton, mayoritas (69,9 persen) hanya menonton sebagian saja," katanya pada wartawan dalam paparan hasil survei, Rabu (30/1).
Survei LSI juga melihat identitas responden seperti latar pendidikan, gender, tempat tinggal dan agama. Segmentasi pendidikannya, misalnya, pada jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Berdasarkan latar belakang pendidikan, LSI menemukan makin tinggi pendidikannya maka makin tinggi keinginan menonton debat sampai selesai. "Secara data makin tinggi pendidikan makin utuh nonton debat. Di kalangan terpelajar lebih punya niat lihat substansi debat sampai akhir. Yang pendidikan rendah hanya lihat gimmick saja," kata dia.
Dari segi gender, laki-laki lebih banyak menonton debat hingga usai (38 persen) dibanding perempuan (19,4 persen). Mayoritas perempuan hanya menonton sebagian (80,2 persen) dari laki-laki yang menonton sebagian (61,4 persen).
Kemudian dari segi tempat tinggal, responden di pulau Kalimantan (35,4 persen) dan Sulawesi (35,6 persen) paling banyak menonton debat sampai tuntas. "Kalau segmen agama, secara proporsional, pemilih Islam lebih banyak menonton debat secara utuh (31,3 persen) dibanding non Islam (21,2)," jelasnya.
Di sisi lain, Adjie menganggap wajar bila debat Capres tak banyak ditonton. Sebab tayangan debat bersaing dengan tayangan lain di waktu tersebut. "Format debat terlalu lama kalau 2 jam ya membosankan. Ada kompetisi juga dengan tayangan lain seperti sinetron, jadi wajar hanya separuh responden menonton," tuturnya.
Diketahui, pengumpulan data survei dilakukan pada 18-25 Januari 2019 dengan metode multistage random sampling. Total respondennya 1.200 di seluruh Indonesia. Wawancaranya menggunakan metode tatap muka memakai kuesioner. Adapun margin of errornya sekitar 2,8 persen.