Rabu 30 Jan 2019 01:46 WIB

Pilpres 2019, Ini Imbauan dan Sikap Politik MIUMI

Masyarakat hendaknya tidak saling caci dan merendahkan satu sama lain.

Rep: Novita Intan/ Red: Nashih Nashrullah
Sekjen MUIMI Bachtiar Nasir
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Sekjen MUIMI Bachtiar Nasir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) mengimbau  umat Islam tidak memilih golongan putih (Golput) dan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. MIUMI berharap pilihan calon yang berpihak pada kepentingan Islam dan kepentingan bangsa. 

“Agar umat Islam jangan mau lagi menjadi sekadar pemanis saat pemilu raya atau hanya menjadi pendorong mobil mogok setelah pemilu raya. Pilhlah para calon yang berpihak pada kepentingan umat dan bangsa serta jangan memilih calon yang berasal dari kelompok atau organisasi atau pribadi yang anti-Islam dan tidak memperhatikan kepentingan umat Islam dan bangsa,” ujar Sekjend MIUMI Bachtiar Nasir dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Rabu (30/1). 

Ia mengajak umat Islam menjaga persaudaraan dan persatuan atas dasar sesama Muslim dan sesama bangsa. Senantiasa menjunjung tinggi nilai Bhineka Tunggal Ika sebagaimana yang diajarkan Alquran dan sunah. “Jangan menyerang sesama Muslim hanya karena berbeda pilihan politik, jangan pula menyerang ulama, lembaga keulamaan, ormas Islam, dan lembaga Islam manapun,” ucapnya. 

Menurutnya, Islam sebagai agama universal bagi seluruh manusia memandang politik sebagai sarana ibadah yang agung dalam rangka menata kelola kehidupan publik yang berkeadilan dan mensejahterakan masyarakat dan bangsa. Islam dan politik tak dapat dipisahkan bahkan menjadi satu kesatuan yang integral. 

“Karenanya umat Islam menolak sekularisme dan liberalisme yang hendak memisahkan Islam dengan politik kebangsaaan,” ucapnya. 

Ia menjelaskan, ada tiga kerangka dasar Islam yakni aqidah, syariah, dan akhlaq telah menjadi sendi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Sejak awal berdiri NKRI telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Pancasila dan UUD 1945, maka akan menolak dan melawan setiap upaya yang akan menyingkirkan narasi dan nilai Islam dari fondasi NKRI dan UUD 1945. 

“Misalnya narasi dan nilai komunisme, leninisme, dan marxisme sebagaimana tertuang dalam TAP MPRS No. 25 Tahun 1966, demikian pula sekularisme dan liberalisme karena telah menjadi gerbang masuknya berbagai sampah ideologi yang bertentangan dengan ideologi bangsa dan Negara Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa,” ungkapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement