REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), menyatakan menyerahkan penanganan kasus tabloid Indonesia Barokah kepada polisi. Bawaslu mengindentifikasi penyebaran tabloid ini sudah mencapai hampir seluruh provinsi di Indonesia.
Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, mengatakan pihaknya belum menerima surat rekomendasi dari Dewan Pers soal hasil kajian terhadap Indonesia Barokah. Namun, Bawaslu sudah mengetahui jika tabloid tersebut bukan merupakan produk jurnalistik.
"Kami telah menyerahkan itu kepada kepolisian. Sebab kami sudah menyatakan belum masuk dalam pelanggaran pidana pemilu. Kami serahkan kepolisian untuk menindaklanjutinya," ujar Fritz kepada wartawan usai mengisi diskusi di Gedung RRI, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (29/1).
Meski demikian, kata Fritz, Bawaslu tetap melakukan fungsi pencegahan dengan melakukan proses investigasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada unsur lain yang dapat terpenuhi mengingat terpenuhinya unsur pidana.
"Kami juga melakukan investigasi dengan kemampuan yang kami punya untuk mengetahui siapa di balik itu," tuturnya.
Fritz menambahkan, penyebaran tabloid Indonesia Barokah sudah semakin meluas. Hampir seluruh provinsi di Indonesia telah terpapar penyebaran tabloid ini.
"Dari Papua Barat, NTT, NTB, Bali, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, dan sebagainya semuanya ada. Di Jawa yang paling banyak itu di Yogyakarta. Memang sudah terdistribusi di hampir semua provinsi," ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengatakan tabloid Indonesia Barokah bukan merupakan produk jurnalistik. Dewan Pers segera menyampaikan hasil penilaian dan rekomendasi atas tabloid tersebut kepada kepolisian serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Yosep mengungkapkan, berdasarkan penelusuran oleh pihaknya ditemukan bahwa Indonesia Barokah tidak termasuk ke dalam produk jurnalistik sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Pers. "Maka kami akan menggelar pleno, khusus pada hari ini atau paling lambat besok untuk memutuskan hasil penelusuran kami terhadap tabloid Indonesia Barokah. Kami sudah menemukan bahwa tabloid ini bukan produk pers, tetapi kami tetap harus memutuskan dalam bentuk pendapat, penilaian dan rekomendasi," ujar Yosep ketika dihubungi wartawan, Senin (28/1).
Dia lantas membuat latar belakang Dewan Pers mengambil kesimpulan soal Indonesia Barokah. Pertama, alamat kantor redaksi tidak ditemukan dan tidak sesuai dengan lokasi yang dicantumkan dalam tabloid.
"Kedua, nama-nama wartawannya tidak terdapat di (database) Dewan Pers. Apalagi kalau penanggungjawabnya, harus mempunyai kompetensi yang tiinggi dari segi jurnalistik, yang sudah mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW)," tutur dia.
Ketiga, dari segi konten, ada beberapa bagian dari tabloid tersebut menyudutkan pasangan capres-cawapres tertentu. Menurut dia, kontennya memang bukan kampanye hitam, namun banyak beritanya didaur ulang dari berita-berita dari media lain.
"Memang isinya bukan kampanye hitam, tetapi ada bagian tertentu yang menyudutkan paslon tertentu," tuturnya.