REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan tak menampik pernyataan Wakil Presiden (Wapres) RI Jusuf Kalla (JK) perihal tata kota DKI Jakarta yang memiliki gap atau kesenjangan. Anies menyebut hal itu bukanlah sebuah kritik, melainkan hal itu adalah fakta.
"Enggak, itu bukan kritik, itu fakta. Itu Pak JK mengatakan ini contoh ketika tata ruang dirancang dengan benar maka privat sektor akan bergerak membangun disitu dan lain-lain. Tapi kalau tidak membuat perencanaan tata ruang yang benar ya tidak akan ada pergerakan perekonomian, tak ada yang invest," ujar Anies di Balai Kota, Senin (28/1).
Anies menceritakan kondisi di Jakarta saat ini, dimana para pembangun hunian sulit membangun karena adanya aturan minimum apartemen. Hal itulah yang membuat hanya bangunan besar yang boleh dibangun sementara rumah susun menengah sulit dibangun. "Karena itu kalau teman-teman lihat apartemen itu upscale. Kenapa? Karena aturannya itu, tanahnya harus 4.000 meter. Tanah di Jakarta yang bisa bangun 4.000meter di mana? Yang besar," jelas Anies.
Hal itu berimbas kepada pembangunan yang hanya berada di tempat-tempat yang strategis saja. Menurutnya, bila aturan itu bisa diturunkan, maka pembangunan lowscale bisa terbangun. "Ini bukan kritik, ini fakta. Jadi faktanya kita tak melaksanakan tata ruang dengan serius, dengan target target yang jelas, Efeknya ada ketimpangan," jelasnya.
Sehingga dia membenarkan, adanya penataan tata kota yang belum serius, mengakibatkan ketimpangan. Sebab, rencana tata kotanya, kata dia, tidak memikirkan ketimpangan. Sebelumnya, JK membahas atas permasalahan transportasi di Jabodetabek dalam rapat bersama kepala-kepala daerah. Ia menilai, saat ini ada perbedaan yang cukup tinggi antara transportasi dan lalu lintas di Jabodetabek.
"Ini kalau kita ada di Jalan Thamrin seperti di Singapura, begitu kita di belakangnya seperti Tanjung Priok seperti Bangladesh, jadi ada gap (jarak) yang tinggi tapi kalau di kotanya Bekasi sudah lumayan," kata JK.