REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menekankan pentingnya pembentukan Biro Pengamanan untuk melindungi para pegawainya, serta data yang dimiliki. Wacana ini muncul setelah adanya teror terhadap dua pimpinan dan pegawai KPK beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, kajian pembentukan Biro pengamanan ini sudah dikaji sejak penyerangan yang dialami Penyidik KPK Novel Baswedan pada 2017 silam. Pimpinan KPK pun telah menyampaikan wacana ini pada Komisi III (Hukum, HAM dan Keamanan) DPR RI.
"Jadi kan yang diamankan itukan operasi nya orangnya juga dokumennya nah tentunya ini levelnya harus dinaikin selama ini kan biro umum, biro umum ini kan merangkap, kita berharap dengan ada satu biro yang khusus menangani ini (keamanan)," kata Saut di DPR RI, Jakarta, Senin (28/1) kemarin.
Wacana ini, kata Saut, masih memerlukan masukan dari berbagai ahli. Biro pengamanan ini menurutnya bisa ada pada setingkat Direktorat bahkan setingkat Deputi. Apalagi, tingkat Deputi di KPK saat ini hanya ada lima. Adapun yang menjadi objek pengamanan bukan hanya pegawai, namun juga gedung dan data.
Saut menerangkan, Biro Pengamanan ini sifatnya lebih pada pencegahan. Bila sudah terjadi ancaman atau teror tertentu, maka yang menangani adalah kepolisian. "Apakah itu saya kena tumpuk dijalan, siapa yang nimpuk, tapi bagaimana supaya tidak kena timpuk. Kalau kena ada teman saya datang. Jadi artinya kita itu kita sudah seting yang disebut panic button nanti," ujarnya.
Wacana ini, kata Saut juga diajukan secara bertahap seiring dengan proses pengajuan anggaran ke DPR RI. Namun, ia mengakui, belum ada respons signifikan dari DPR terkait rencana ini.