REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Jimmy Silalahi, menilai, tabloid Indonesia Barokah disusun tanpa proses reportase. Selain itu, konten dalam tabloid tersebut hanya merupakan gabungan dari data-data sekunder.
Menurut Jimmy, saat ini Dewan Pers masih melakukan analisis konten terhadap tabloid Indonesia Barokah. Dewan Pers berjanji akan mengungkapkan hasil analisis ini sekitar pekan depan.
Namun, secara sekilas dia mencatat sejumlah hal dalam konten tabloid yang diduga menyudutkan capres Prabowo Subianto itu. "Secara pribadi saya melihat ada penggabungan. Jadi ada kompilasi data-data sekunder yang didalam etika jurnalitsik itu sebenarnya tidak boleh terjadi," ujar Jimmy kepada wartawan usai mengisi diskusi di Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (26/1).
Dia melanjutkan, di dalam boks redaksi tabloid Indonesia Barokah tidak ada nama reporter. Padahal, dalam proses jurnalistik, kata dia semestinya ada proses reportase (liputan).
"Namun hal itu tidak terjadi dan hanya ada kompilasi data sekunder. Ditambah ada sejumlah berita yang dicoba untuk dimunculkan kembali dari sejumlah portal berita mainstream yang kita semua sudah tahu," jelas Jimmy.
Dewan Pers meminta masyarakat untuk tidak ikut menyebarluaskan tabloid ini. Oknum yang secara sengaja menyebarkan tabloid ini diminta untuk menghentikan kegiatannya.
"Ini bukan cara yang cerdas untuk mengedukasi bangsa. Semua pihak sebaiknya menggunakan informasi yang positif untuk mencerdaskan pemilih dalam rangka pemilu pada 17 April nanti," tambahnya.
Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mengungkapkan adanya pengiriman tabloid Indonesia Barokah langsung ke rumah warga. Fritz juga mengungkapkan, tabloid tersebut sudah tersebar secara masif di Yogyakarta.
Fakta tersebut diungkapkan Fritz kepada wartawan saat diskusi di Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu. Fritz yang dihubungi lewat telepon menyampaikan penyebaran tabloid Indonesia Barokah tidak hanya di masjid dan pesantren.
"Sebenarnya banyak warga yang menerima, karena tabloid itu kan dikirim lewat Kantor Pos. Jadi dari kantor pos langsung dikirim ke tempat-tempat lain termasuk rumah penduduk secara langsung," ujar Fritz.
Saat ini, kata dia, Bawaslu masih menelusuri bagaimana bisa pihak pengirim mengetahui alamat nama - nama orang yang dituju. Terlebih, jika alamat yang dituju adalah untuk orang-perorang.
Namun, Fritz masih enggan menegaskan ada berapa daerah yang saat ini sudah diidentifikasi sebagai lokasi penyebaran tabloid Indonesia Barokah. Dia hanya mengungkap kebanyakan tersebar di provinsi yang ada di Pulau Jawa.
"Saat ini kami sedang ada di Yogyakarta dan di sini hampir ribuan (tabloid) yang sudah ditemukan. Meskipun saya tidak bisa ungkap berapa jumlahnya tapi itu beredar masif di Yogyakarta sekarang ini," tegas Fritz.