REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor pangan di tanah air terus mendapat sorotan. Kali ini, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyinggung soal distribusi pangan yang kerap bersarang para mafia. Parahnya, kata Novel, korupsi terjadi secara riil dan tersistematis.
"Dalam beberapa kesempatan, saya sering mendapatkan informasi dan fakta bahwa di sektor pangan hampir setiap jenis pangan itu ada mafia-mafia besar," kata Novel dalam sebuah diskusi di Cikini, Sabtu (26/1).
Novel menuturkan, korupsi terjadi terutama pada tahap distribusi pangan, khususnya impor. Para mafia yang bersarang itu pun menguasai seluruh rantai. Lantas, tak heran jika harga pangan pokok di Indonesia kerap kali bergejolak.
"Ini hal serius dan mendasar. Tidak bisa dibiarkan. Tapi, justru orang-orang yang seharusnya menegakkan aturan hukum malah terlibat dalam korupsi itu," kata Novel.
Novel mengatakan, disadari atau tidak, praktik-praktik korupsi di sektor pangan maupun sumber daya alam akan menimbulkan kesusahan bagi masyarakat. Karena itu, ia pun mengingatkan kepada setiap pihak yang mestinya menjaga sektor pangan untuk tidak main-main.
Bukan hanya diam, tapi berani mengungkap semua yang terlibat mempermainkan sektor pangan. Sebab, korupsi pangan bukan hanya berdampak pada harga, tetapi juga pada ketahanan sumber daya pangan yang bisa dihasilkan dari dalam negeri.
Tak heran, kata Novel, jika ketergantungan impor pangan di Indonesia masih tinggi. Sebab, banyak para rente pangan yang tak ingin Indonesia memiliki ketahanan yang kuat untuk menghasilkan pangan lokal.
"Siapapun yang punya tanggung jawab, harus berantas dan jangan diam saja. Kalau diam saja, berarti tidak punya hati dan nasionalisme," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian pernah menanggapi tudingan rawannya sektor pangan dari korupsi. Staf Khusus Menteri Bidang Kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan), Sukriansyah S Latief, mengungkapkan, dalam tiga tahun terakhir ini Kementan tidak hanya menyelesaikan masalah pangan seperti beras, jagung, cabai, bawang merah dan lainnya, tapi juga mereformasi mental Sumber Daya Manusia (SDM) Pertanian dan menertibkan aparatur.
Menurutnya, Kementan juga telah melakukan demosi dan mutasi terhadap 1.296 pegawai Kementan. Hal itu termasuk di antaranya 435 pegawai Badan Karantina Pertanian. "Ini dilakukan dengan maksud membina aparatur dan memberi efek jera, dan bersih-bersih dari tindakan KKN," ujar dia tahun lalu.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, kata Sukriansyah, pernah dalam sehari mencopot lima orang pejabat pada di satu direktorat jenderal. Lima orang itu terdiri dari satu pejabat eselon I dan empat direkturnya.
"Itu dilakukan malah sebelum KPK mentersangkakan oknum tersebut. Ketika itu ada yang mengatakan Mentan terlalu cepat memecat orang, tapi akhirnya mereka mengapresiasi langkah cepat dan tegas Mentan," ungkap dia.