Sabtu 26 Jan 2019 01:18 WIB

PDIP: Yang Golput tak Punya Hak untuk Dipilih

Tingkat keikutsertaan pemilih akan menentukan kualitas demokrasi nasional.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Indira Rezkisari
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sekretaris Jendral Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto angkat bicara terkait tren meningkatnya golongan putih (golput) dalam pemilu. Dia mengatakan, diperlukan pendidikan politik yang lebih agar masyarakat sadar jika akan pentingnya keikutsertaan dalam pemilu.

"Bagaimanapun juga memilih pemimpin itu menentukan masa depan bangsa dan negara," kata Hasto Kristiyanto di tengah Safari Kebangsaan di Jawa Timur, Jumat (25/1). Hasto berharap, kampanye dan debat dapat mengurangi tinglat golput secara nasional. Sekretaris Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK) ini melanjutkan, tingkat keikutsertaan pemilih akan menentukan kualitas demokrasi nasional.

Baca Juga

Lebih jauh, Hasto membantah jika golput merupakan hak politik warga. Dia mengimbau agar seluruh warga menggunakan hak pilih mereka dengan sebaik-baiknya. Dia melanjutkan, setiap warga negara memiliki tanggung jawab untuk memilih pemimpin mereka.

Dia mengatakan, hak konstitusi untuk memilih dan dipilih itu melekat sebagai satu kesatuan. Sehingga, Hasto melanjutkan, saat mereka menyatakan diri untuk golput, maka saat itu juga mereka tidak punya hak untuk dipilih.

"Meski dia akan menjadi kepala daerah atau calon presiden (capres) sekalipun," katanya.

Wakil Ketua TKN Abdul Kadir Karding mengkaui jika tren golput tengah meningkat bahkan di negara-negara maju. Untuk mengantisipasinya, dia mengatakan, masyarakat terutama tokoh harus saling mengingatkan bahwa partisipasi dalam pemilu itu penting. Dia mengatakan, suara warga negara merupakan masa depan bangsa.

"Kita pemilu tidak sekadar nyoblos saja tapi ada sesuatu yang kita butuhkan, dengan pemilu itu memilih orang yang terbaik dan kebijakan yang semakin baik," katanya.

Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) melanjutkan, peran maksimal partai politik juga menentukan guna menekan angka golput. Dia mengatakan, partai berperan agar bagaimana caranya masyarakat mau berpartisipasi dalam pemilu.

Dia melanjutkan, lembaga pemerintah juga diperlukan untuk menyampaikan keberhasilan pemerintah. "Bisa jadi kan orang golput merasa ngapain memilih, nah oleh karena itu pemerintah, lembaga-lembaga yang ada harus menyampaikan bahwa ini lho hasil pembangun yang dicapai," katanya.

Pada Pemilu legislatif (Pileg) 2004, jumlah golput mencapai 15,9 persen. Angka itu meningkat pada pemilu presiden putaran pertama dan kedua. Angka golput saat Pilpres 2004 mencapai 21,8 persen dan 23,4 persen.

Pada Pileg 2009, jumlah golput meningkat hingga 29,1 persen. Pada Pilpres tahun yang sama, jumlah pemilih yang tak menggunakan suaranya berjumlah 28,3 persen. Keberadaan golput berlanjut di Pileg 2014, dengan 24,89 persen pemilih masuk kategori ini. Pada saat Pilpres 2014, angka golput mencapai titik tertinggi yakni 30 persen lebih dari jumlah pemilih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement