Selasa 22 Jan 2019 18:45 WIB

Polisi Pantau Kemungkinan Bangkitnya Sel Tidur Terorisme

Polisi melakukan pemantauan terkait pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes  Polri, Jakarta Selatan, Kamis (20/12).
Foto: Republika/Ijal Rosikhul Ilmi
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (20/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, menyebutkan, pihaknya menunggu hasil kajian lebih lanjut terkait pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Setelah dibebaskan, kepolisian akan melakukan pemantauan dan memitigasi hal-hal yang dapat membangkitkan sel tidur terorisme.

"Kita masih menunggu, kita masih menunggu dari berbagai perspektif. Seperti yang disampaikan oleh Pak Menko Polhukam. Kajiannya harus komprehensif. Jangan kesusu atau jangan terburu-buru," ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (22/1).

Menurut Dedi, tugas kepolisian terkait pembebasan Abu Bakar Ba'asyir adalah melakukan pemantauan dan mitigasi. Pemantauan dan mitigasi tersebut dilakukan untuk melihat adanya hal-hal yang bisa membangkitkan selntidur terorisme.

"Tapi, melalui Satgas Antiterorisme dan Radikalisme Polda Jateng dan Polres Surakarta sudah cukup untuk melakukan mitigasi hal tersebut," ungkapnya.

Sebelumnya, upaya pembebasan tanpa syarat Ustaz Abu Bakar Baasyir belum rampung. Bahkan, kini upaya pembebasannya masih akan ditinjau lebih lanjut oleh Pemerintah Indonesia.

"Atas dasar pertimbangan kemanusiaan maka Presiden sangat memahami permintaan keluarga tersebut. Namun, tentunya masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto, saat konferensi pers (konpers) mendadak yang dilakukan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (21/1).

Aspek-aspek yang perlu diperimbangkan lebih lanjut tersebut di antaranya mengenai aspek ideologi Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hukum, dan lain sebagainya. Hal itu, kata Wiranto, diputuskan karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan pejabat terkait untuk melakulan kajian secara lebih mendalam.

"Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespon permintaan tersebut," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement