Senin 21 Jan 2019 20:42 WIB

Yusril Tegaskan Baasyir Memiliki Hak untuk Dibebaskan

Polemik pembebasan Baasyir, menurut Yusril, karena ketidakpahaman dasar hukum.

Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (kiri) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (kiri) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Praktisi hukum, Yusril Ihza Mahendra menegaskan, terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Baasyir memiliki hak untuk dibebaskan dari penjara. Ia pun menyatakan, upayanya membebaskan Baasyir tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.

"Wajar saja kalau sana sini terjadi perdebatan tentang pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir. Mungkin masih ada pihak yang tidak paham sehingga berpolemik," kata Yusril di Kendari, Senin (21/1).

Menurut Yusril, secara normatif narapidana memiliki hak bebas, bilamana sudah menjalani dua per tiga masa hukuman dan dinilai baik selama menjalani masa penahanan. Yusril menambahkan, hak bebas bagi Abu Bakar Baasyir sebenarnya sudah harus diterima pada Desember 2018, tetapi ada syarat yang tidak terpenuhi maka tidak dilaksanakan.

Syarat itu adalah, Baasyir diminta menanda tangani pernyataan taat pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setia kepada Pancasila. Baasyir menolak menanda tangani dua pernyataan syarat tersebut.

Setelah yusril  menjelaskan bahwa, Pancasila dan Islam tidak bertentangan, Baasyir  pun menyambut dengan pernyataan bahwa, hanya mau taat kepada Allah dan setia kepada Islam. "Sampai di situ yang tidak mau lagi perpanjang diskusi dengan Pak Baasyir. Sudah jelas bahwa Baasyir hanya mau taat pada Allah dan setia kepada Islam. Intinya bahwa Pancasila dan Islam tidak bertentangan," tutur Yusril.

Dua persyaratan yang mengganjal Baasyir tersebut di luar kewenangan kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM, bahkan Menteri Hukum dan HAM. "Berdasarkan itu semua maka solusi hukum untuk Baasyir adalah kebijakan Presiden. Presiden dapat mengesampingkan peraturan lainnya," ujarnya.

Mengenai adanya pihak yang menafsirkan bahwa pembebasan Baasyir syarat dengan kepentingan politik, Yusril mengatakan, memang politik karena sudah masuk kewenangan kepala pemerintahan tertinggi di negeri ini, yakni Presiden. Yusril menilai, pPembebasan Baasyir tidak bertentangan dengan ketentuan lain yang tidak membolehkan terpidana narkotika, terorisme dan pencucian uang memperoleh remisi maupun pembebasan bersyarat karena Ba'asir sudah menjalani proses hukum sebelum undang undang tersebut disahkan.

"Perundang-undangan atau peraturan apa pun tidak dapat berlaku surut. Ini yang harus dipahami semua pihaknya," kata Yusril menanggapi polemik pembebasan Ba'asir.

Hal yang paling prinsip dari Presiden Joko Widodo terkait pembebasan Baasyir adalah sudah usia lanjut 81 tahun, sakitnya semakin serius dan cinta ulama. "Pak Jokowi tidak tega seorang ulama dipenjara di usia sepuh. Alasan kemanusiaan mendasari pembebasan Ba'asir," tambah Yusril.

Upaya pembebasan tanpa syarat Ustaz Abu Bakar Baasyir memang belum rampung. Bahkan, kini upaya pembebasannya masih akan ditinjau lebih lanjut oleh Pemerintah Indonesia.

"Atas dasar pertimbangan kemanusiaan maka Presiden sangat memahami permintaan keluarga tersebut. Namun, tentunya masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto, saat konferensi pers (konpers) mendadak yang dilakukan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (21/1).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement