Senin 21 Jan 2019 15:17 WIB

Fahri Sebut Pembebasan Abu Bakar Baasyir Politis

Pembebasan ini juga menunjukkan sikap tidak jelas pemerintah atas isu terorisme.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua DPRD RI Fahri Hamzah hadir sebagai Keynote Speech pada acara Parlemen Kampus, di Aula Universitas Islam Bandung (Unisba), Kota Bandung, Kamis (22/11).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Wakil Ketua DPRD RI Fahri Hamzah hadir sebagai Keynote Speech pada acara Parlemen Kampus, di Aula Universitas Islam Bandung (Unisba), Kota Bandung, Kamis (22/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyebut pembebasan narapidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir mengandung unsur politis dan pencitraan. Ia mengatakan pembebasan ini juga menunjukkan sikap tidak jelas pemerintah atas isu terorisme.

"Pemerintah agak gamang sedari awal, sehingga ini pemerintah mau melaksanakan hukum, apa belas kasihan,akhirnya jadi bingung gitu lho. Kalau punya sikap hukum yang keras dari awal, ada persoalan ideologis ya laksanakan hukum, tapi ini karena ada unsur pencitraan," ucap Fahri di DPR RI, Jakarta, Senin (21/1).

Baca Juga

Menurut Fahri, ada keraguan dari pemerintah terkait dasar pembebasan Abu Bakar. Alasan kemanusiaan dan dari segi hukum disebut Fahri kontradiktif. Terlebih lagi, pembebasan Abu Bakar dilakukan melalui grasi yang diberikan presiden.

"Kalau hak ya bebas, bebas saja, tidak perlu diklaim sebagai sesuatu yang menggunakan instrumen yang ada pada presiden berupa grasi ya kan? atau rehabilitasi, itu hak-hak yang ada di presiden," ujar Fahri.

Penggunaan grasi presiden ini, kata Fahri, semakin mencirikan bahwa pembebasan Abu Bakar berbau politis, menjelang pemilihan presiden pada April nanti. Apalagi, selama ini Presiden Jokowi kerap dicirikan anti ulama. "Sementara pemerintah itu semacam ada agenda mau pakai ini menjelang pemilu," ujar dia.

Terkait personalisasi Abu Bakar sendiri, Fahri berpandangan bahwa Abu Bakar bukanlah orang yang mau menerima begitu saja kebebasannya. Fahri mengklaim mendengar isu bila Abu Bakar tak mau menerima bila kebebasannya bermotif politik.

"Malah yang saya denger dia sekarang tidak mau keluar, ya karena ini mau dipake secara politik akhirnya Abu bakar baasyir tidak mau keluar. jadi, dalam isu terorisme itu pemerintahan ini saya lihat dari awal itu ambigu," Fahri menambahkan.

Abu Bakar Ba'asyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis, 16 Juni 2011. Vonis itu dijatuhkan dengan alasan Abu Bakar Ba'asyir terbukti terlibat dalam pelatihan militer kelompok teroris di Aceh. Ba'asyir pun mendekam di Lembaga Permasyarakatan Gunung Sindur.

Ba'asyir dijerat dengan Pasal 14 Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme. Hakim menyatakan Ba'asyir terbukti melakukan pidana dalam dakwaan subsider dengan Pasal 14 Jo Pasal 7 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Terorisme. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement