REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Program transportasi massal publik Trans Pakuan di Kota Bogor terkendala sejumlah kendala. Mulai dari minimnya anggaran hingga kondisi di lapangan.
Kepala Bidang Angkutan Umum Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor Jimmy Hutapea mengatakan, program Trans Pakuan dipastikan tak akan beroperasi pada 2019. “Karena pada proses pengajuan anggaran subsidi di DPRD sudah ditolak. Subsidi itu penting untuk membantu operasional di setiap TPK (Trans Pakuan Koridor. Kalau tidak ada, sulit juga bisa beroperasi pada 2019 ini,” kata Jimmy kepada Republika, di Kota Bogor, Senin (21/1).
Jimmy menjelaskan, pengajuan anggaran subsidi untuk program TPK itu berjumlah Rp 17,5 miliar. Anggaran tersebut, kata dia, disusun untuk skema subsidi tarif yang akan berdampak pada penumpang, bukan subsidi pengadaan bus kepada Badan Usaha Angkutan (Badan Hukum) di tiap TPK.
Meski begitu, Dishub tetap optimistis pengoperasian program Trans Pakuan dapat berjalan. Pasalnya, kata dia, terdapat sinyal yang cukup meyakinkan dari salah satu Badan Hukum yang ingin mengikuti program konversi skema 3:1 di TPK 2 dan 3. Namun begitu, Jimmy belum dapat memastikan apakah hal itu akan segera teralisasi atau tidak.
“Badan Hukum itu sedang mencari investor untuk penyertaan modal. Karena berat juga bagi mereka (Badan Hukum) untuk mengikuti program ini. Sementara acuan mereka seperti PDJT saja sempat bangkrut, jadi mereka masih mikir-mikir,” kata Jimmy.
Sementara itu kegagalan yang pernah dialami Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) dalam menjalankan skema konversi 3:1 di Trans Pakuan, menjadi salah satu parameter DPRD untuk menolak memberikan penyertaan modal bus atau pun biaya operasional lainnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Bogor Jajat Sudrajat menilai, kegagalan yang dialami PDJT dalam menerapkan sistem transportasi massal Trans Pakuan karena adanya kesalahan tata kelola. Pasalnya, kata dia, sebagai perusahaan daerah, PDJT gagal membiayai kebutuhan operasional dasar.
“Ini sampai tidak ada penumpangnya waktu itu, jadi memang harus dibenahi dulu internalnya PDJT ini. Harusnya cari struktural di PDJT yang paham dalam mengelola transportasi,” kata Jajat.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) M Ishak mengatakan, program transportasi massal Trans Pakuan merupakan program gagal yang merugikan keuangan negara. Selain tak dapat menampung kebutuhan transportasi warga Kota Bogor, kata dia, aset negara seperti halte dan juga bus PDJT mangkrak tak terawat.
“Seperti 10 bus hibah dari Kementerian Perhubungan, tinggal diurus surat-surat kelengkapan jalannya saja PDJT tidak mampu urus. Akhirnya, aset itu mangkrak,” kata Ishak.
Menurut dia, program transportasi massal Trans Pakuan harus memiliki kepastian di berbagai aspek. Mulai dari hukum, realisasi, hingga efisiensi pelaksanaan. Sehingga baik PDJT maupun Badan Hukum selaku operator di TPK, kata dia, dapat menjalankan fungsinya dengan optimal.
Sementara itu Wali Kota Bogor Bima Arya menjelaskan, belum dibentuknya struktur PDJT secara definitif karena kajian yang dilakukan bersama DPRD belum sepenuhnya rampung. Menurut dia, saat ini kajian struktural PDJT masih terus dibahas.
“Kita masih ingin memastikan format permanen seperti apa, jadi masih dilakukan treatment khusus,” katanya.