Sabtu 19 Jan 2019 19:34 WIB

Forum Negara-Negara Arab Dibayangi Perpecahan

Sejumlah pemimpin Arab membatalkan kehadiran mereka di KTT akhir pekan ini.

Pasukan militer AS di Suriah
Foto: VOA
Pasukan militer AS di Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Lintar Satria

BEIRUT -- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pertumbuhan Ekonomi dan Sosial negara-negara Arab di Beirut, Lebanon, dibayang-bayangi perpecahan. Negara-negara Timur Tengah terpecah dalam perdebatan masa depan Suriah serta upaya untuk mengatasi pengaruh Iran di kawasan.

Namun, penjabat Menteri Luar Negeri Lebanon Gebran Bassil menyerukan agar Suriah kembali masuk Liga Arab. "Suriah harus kembali kepada kita, Suriah harus ada dalam rangkulan kita daripada melemparkan negara itu ke dalam rangkulan terorisme," katanya dalam pertemuan tingkat menteri, Jumat (18/1), yang digelar sebelum KTT.

Banyak pemimpin-pemimpin negara Arab diprediksi tidak akan menghadiri KTT ekonomi tersebut, meski sebelumnya sudah menyatakan akan hadir. Emir Qatar dan Kuwait sudah dipastikan tidak akan menghadiri pertemuan tersebut.

Presiden Mesir juga tidak akan hadir dan rencananya ia hanya mengirimkan perdana menterinya. Sementara itu, saat pertemuan tersebut digelar Presiden Palestina Mahmoud Abbas juga menyatakan dirinya masih berada di New York saat ini.

Pesan keras ini dikirimkan ke Iran yang sekutunya, yaitu Hizbullah, memiliki kekuasaan di Lebanon. Iran juga pendukung pemerintah Presiden Bashar al-Assad di Suriah. Hizbullah melihat pertemuan ekonomi regional ini sebagai kesempatan untuk mengajak Assad kembali ke Liga Arab. Namun, nasib Suriah di masa depan tidak masuk dalam agenda KTT.

"Liga Arab tidak berencana untuk membahas undangan (kepada Assad) ke pertemuan di Tunisia dalam pertemuan di Lebanon, di mana Suriah juga tidak diundang," kata Asisten Sekretaris Jendral Liga Arab Hossam Zaki seperti dilansir dari Aljazirah, Jumat (18/1). Ia mengacu pada KTT Liga Arab yang akan digelar di Tunisia, Maret.

Liga Arab sudah mengeluarkan Suriah sejak 2011. Mereka pun memberlakukan sanksi ekonomi atas kekerasan yang dilakukan Pemerintah Suriah terhadap demonstran antipemerintah yang berujung pada pecahnya perang saudara pecah di negara itu. Beberapa negara juga sudah menarik duta besar mereka dari sana.

Pada akhir tahun lalu Presiden Sudan Omar al-Bashir menjadi pemimpin negara Liga Arab pertama yang mengunjungi Suriah sejak negara itu dilanda perang saudara. Beberapa pekan kemudian Uni Emirat Arab dan Bahrain membuka kembali kedutaan besar mereka tapi konsensus di Liga Arab masih berlaku.

Beberapa hari sebelum pertemuan di Beirut digelar negara-negara Arab sudah memperjelas posisi mereka. Irak yang tidak pernah memutuskan hubungan dengan Suriah mendukung Suriah kembali masuk Liga Arab. Sementara Qatar yang mendukung oposisi Pemerintah Suriah, menekankan alasan Suriah dikeluarkan dari Liga Arab belum diatasi.

Qatar juga mengatakan tidak ada tanda-tanda yang mengharuskan Liga Arab normalisasi hubungan mereka dengan Suriah. Beberapa pekan lalu Arab Saudi sudah membantah akan melakukan hal yang sama seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain.

"Ada momentum tapi sudah melambat, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan kepada mereka bahwa terlalu dini untuk menormalisasi dan berbicara tentang rekonstruksi hubungan sebelum ada kesepakatan dalam elemen-elemen umum dalam penyelesaian politik," kata analis politik, Sami Nader.

Assad yang dapat mempertahankan rezimnya dari pemberontakan selama tujuh tahun sedang mencari cara untuk mengonsolidasikan kekuasaannya. Ia ingin melepaskan negaranya dari isolasi dan membutuhkan banyak dana untuk membangun kembali Suriah yang hancur karena perang.

Namun, dorongan diplomasi yang dipimpin Rusia untuk melegitimasi pemerintahan Suriah kini menghadapi tantangan. Pertemuan Liga Arab yang rencana membahas penerimaan kembali Suriah dibatalkan.

Mesir yang sebelumnya mendorong pengakuan kembali Suriah sekarang mengatakan mereka tidak bisa menerima Suriah ke Liga Arab jika Suriah masih belum menyelesaikan krisis politik seperti diminta PBB.

Ada beberapa pendapat yang menyatakan menerima kembali Suriah terlalu dini maka akan membuat posisi Assad makin kuat. Selain itu, AS yang sangat berpengaruh di Timur Tengah ingin mengurangi pengaruh Iran di Timur Tengah.

(reuters ed: yeyen rostiyani)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement