Sabtu 19 Jan 2019 10:55 WIB

Baasyir Bebas, Pengamat: Waspadai Operasi Intelijen Asing

Dunia luar yang tidak sepakat Baasyir bebas bisa menggelar operasi intelijen.

Rep: Mabruroh/ Red: Andri Saubani
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme, Harits Abu Ulya menilai, pembebasan Abu Bakar Baasyir (ABB) akan membawa dampak besar bagi Pemerintah Indonesia. Terutama, kecaman hingga serangan dari negara-negara luar yang tidak sependapat dengan pembebasan napi terorisme bom Bali pada 2002 itu.

“Efek pembebasan Abu Bakar Baasyir waspadalah akan ada permainan intelijen asing,” kata Harits kepada Republika pada Sabtu (19/1).

Harits menilai, kabar pembebasan murni ABB oleh pemerintah Indonesia mendapatkan respons cepat dari negara Australia. Serta sangat mungkin menurutnya, pemerintah Australia akan mengakomodir reaksi publik dengan mengambil langkah-langkah melalui saluran diplomatiknya untuk menekan pemerintah Indonesia.

“Sikap Australia pada rencana pembebasan ABB di awal 2018 saja menolak, dan saat ini juga tidak akan berbeda jauh,” ungkapnya.

Bahkan menurut Harits, sangat mungkin bagi Australia untuk kemudian menggalang dukungan bersama negara-negara mitranya terutama Amerika Serikat. Tujuannya, untuk melakukan operasi terbuka maupun operasi tertutup melakukan tekanan kepada Pemerintah Indonesia.

"Dalam konteks ini Pemerintah Indonesia dihadapkan tantangan sebagai negara berdaulat tidak boleh tunduk dan membeo apa saja yang dikehendaki negara asing," kata dia.

Harits juga menganggap langkah pemerintah dalam mengambil keputusan membebaskan ABB secara murni tanpa sarat tidak hanya  dikaji pada aspek legal hukum yang berlaku di Indonesia. Namun, juga sudah melalui kajian mendalam menyangkut aspek keamanan ke depannya.

"Mengingat beliau adalah sosok sentral dalam pusaran isu terorisme di kawasan Pasifik," ungkap Harits.

Paling tidak, lanjut Harits, Pemerintah Indonesia melalui alat negara, semua unsur intelijen dan kepolisian akan bekerja memberi garansi menganulir kekawatiran publik bahwa tidak ada dampak terganggunya keamanan atau ancaman serius aksi terorisme dengan bebasnya Baasyir. Serta juga telah menjamin akan membuat ABB terputus dari semua upaya yang menyeret-nyeret dan menjebak Baasyir pada rencana terkait terorisme.

Oleh karena itu, terang Harits, dalam konstalasi seperti sekarang, justru yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan operasi-operasi ilegal intelijen asing yang bekerja melalui jejaring mereka di Indonesia. Intelijen asing bisa saja dengan bebasnya ABB dijadikan sebagai triger munculnya aksi-aksi terorisme by design intelijen asing.

"Targetnya memberikan pesan kepada publik untuk mendiskriditkan pemerintah Indonesia bahwa keputusan pembebasan Baasyir adalah salah atau target yang lebih besar lainnya," kata dia.

Karena itu, Harits berharap tokoh-tokoh masyarakat khususnya umat Islam untuk dapat bersikap bijak. Karena menurutnya melalui polemik perdebatan soal bebas murninya Baasyir ini bisa menjadi pintu masuk bagi intelijen asing untuk bermain dan mengadu domba bangsa.

"Jangan sampai tanpa sadar menjadi proxy dari proyek asing yang dengan mudah mengacak-acak Indonesia melalui taktik pecah belah dan adu domba antar anak bangsa. Intelijen asing punya kekuatan untuk design lahirnya kontraksi sosial politik dalam skala luas di NKRI. Ini early warning untuk Indonesia berdaulat," kata dia.

Abu Bakar Baasyir telah menjalani masa hukuman selama sembilan tahun dari total pidana 15 tahun atas kasus terorisme yang dijatuhkan kepadanya. Vonis 15 tahun penjara dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011.

Baasyir sebenarnya memiliki kesempatan pembebasan bersyarat pada Desember 2018, namun ia menolak syarat-syarat pembebasan bersyarat. Kini, ia berstatus bebas murni atas kebijakan Presiden Joko Widodo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement