Sabtu 19 Jan 2019 06:23 WIB

Evaluasi Debat Capres Perdana

Ada beberapa catatan dari forum debat capres perdana pada Kamis malam.

Capres Nomor urut 01 Joko Widodo bersalaman dengan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto usai debat pertama pasangan calon presiden dan wakil presiden pemilu 2019 di Jakarta, Kamis (17/1).
Foto:

Hal ini terhubung dengan model pertanyaan terbuka yang disusun melalui kisi-kisi 20 pertanyaan. Kalau diamati, saat segmen kedua dan ketiga yang mengakomodasi model pertanyaan terbuka, membuat para paslon terbebani. Secara psikologis, dengan mengetahui pertanyaan-pertanyaan apa saja yang akan keluar karena diberi tahu terlebih dahulu malah menciptakan mental blocking pada diri para paslon.

Model pertanyaan terbuka membuat para paslon tidak tampil lepas, sibuk melihat-lihat ragam bahan jawaban yang mereka persiapkan di catatan-catatan kecil yang dibawa. Sebagian lagi, para paslon terdorong mengambil pilihan memoriter atau orasi yang mengingat bahan-bahan yang mau disampaikan dibandingkan impromptu (tipe spontan), dan ekstemporer dengan menyiapkan outline dan mengelaborasinya secara lebih cair dan rileks.

Oleh karena itu, untuk debat kedua dan seterusnya, sudah seharusnya KPU tidak lagi menerapkan model kisi-kisi soal. Debat cukup menyepakati tema dan aturan main teknis, seperti tidak boleh menyerang lawan dengan menggunakan istilah-istilah teknis yang sangat spesifik, akronim, dan lain-lain yang bisa mengganggu kelas forum debat presidensial.

Kedua, soal substansi pesan. Empat tema utama yang diperdebatkan, yakni soal hukum, HAM, pemberantasan korupsi, dan terorisme masih sifatnya parsial dan tidak paradigmatis. Terutama menyangkut isu HAM yang tidak terulas secara proporsional. Tidak ada gambaran kuat niat baik dan niat politik para paslon dalam penuntasan kasus-kasus HAM besar, seperti kasus pembunuhan Munir, kasus Semanggi I dan II, kasus Talangsari, dan lain-lain.

Perspektif HAM dalam penyelenggaraan hukum, lebih bersifat kasuistik, belum membentuk narasi gagasan dan program prioritas yang akan jadi peta jalan kekuasaannya lima tahun ke depan.

Ketiga, soal manajemen forum. Karena debat perdana itu sesungguhnya debat capres dan cawapres dalam satu paket, seharusnya ada pembagian ruang yang memadai dalam bertanya, merespons, dan menguatkan pesan.

Di kubu Jokowi-Ma’ruf Amin, misalnya, posisi Ma’ruf Amin tampak belum optimal. Jokowi lebih dominan hampir di semua segmen, kecuali pada isu terorisme. Hal ini masih bisa diperbaiki di debat-debat yang melibatkan keduanya di satu panggung.

Di kubu Prabowo-Sandi, yang banyak terpeleset justru Prabowonya terutama soal waktu, strategi kapan menyerang dan kapan bertahan. Prabowo masih belum menunjukkan keberbedaannya secara signifikan dengan pejawat.

Semoga dialektika semakin membaik di debat kedua dan seterusnya. Debat bukan semata mengakomodasi kepentingan paslon, yakni menaikkan elektabilitas serta memersuasi pemilih yang masih belum menentukan pilihan dan pemilih yang masih bimbang, lebih dari itu debat harus menjadi momentum pendidikan dan pemberdayaan politik warga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement