Jumat 18 Jan 2019 14:27 WIB

BPJS Kesehatan akan Tetapkan Skema Urun Biaya dengan Peserta

Skema urun biaya untuk tindakan medis tertentu yang berpotensi disalahgunakan.

Red: Nur Aini
Pegawai melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan. ilustrasi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pegawai melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Kesehatan akan menetapkan skema urun biaya dengan peserta untuk tindakan medis tertentu. Tindakan medis itu yang berpotensi memiliki penyalahgunaan dikarenakan selera atau perilaku peserta. 

Deputi Direksi Bidang Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief mengungkapkan urun biaya yang dibebankan pada masyarakat sebesar Rp 10 ribu setiap kali kunjungan rawat jalan di rumah sakit tipe C dan D juga klinik utama,  serta Rp 20 ribu untuk rumah sakit tipe A dan B. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan. 

Penetapan urun biaya paling tinggi Rp 350 ribu untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu tiga bulan.

"Urun biaya dikenakan kepada peserta yang mendapatkan pelayanan tertentu yang tergolong bisa terjadi penyalahgunaan oleh peserta dikarenakan selera maupun perilaku peserta," kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (18/1).

Namun, BPJS Kesehatan belum merinci daftar pelayanan untuk tindakan medis apa saja yang akan dikenakan urun biaya. Budi menjelaskan daftar tindakan medis tersebut akan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan lewat rekomendasi dari beberapa pemangku kepentingan yang bekerja merumuskan daftar tindakan medis yang berpotensi disalahgunakan. Dia hanya menerangkan tindakan medis yang berpotensi terdapat penyalahgunaannya ialah tindakan yang dilakukan tanpa ada indikasi medis. 

Budi memperkirakan kemungkinan daftar tindakan medis yang dikenakan urun biaya ditetapkan pada Februari, menunggu hasil kerja berbagai pemangku kepentingan yang merumuskan. Oleh karena itu, skema urun biaya sebesar Rp 10 ribu dan Rp 20 ribu untuk tindakan medis yang berpotensi disalahgunakan belum diberlakukan hingga saat ini dan hanya baru tahap sosialisasi. 

Budi juga menjelaskan skema urun biaya ini tidak diberlakukan bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) baik yang didanai dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui Jamkesda. 

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menilai langkah tersebut sudah baik dalam hal efisiensi dan mencegah kecurangan yang dilakukan beberapa oknum. 

"Urun biaya ini merupakan faktor efisiensi supaya tidak terjadi fraud, baik dilakukan oleh oknum dokter, rumah sakit, dan pasien. Di lapangan kami mendapatkan informasi-informasi seperti itu," kata Tulus. 

Tulus tidak memungkiri terjadi penyalahgunaan layanan seperti tindakan sectio caesarea yang tidak sesuai indikasi medis. Bahkan, operasi caesar berasal dari permintaan pasien agar bisa melahirkan anak di tanggal tertentu. 

Tulus menilai langkah itu bisa mengefisienkan BPJS Kesehatan baik dari tindakan medis maupun efisiensi untuk mencegah defisit keuangan BPJS Kesehatan. Namun, Budi menolak menyebutkan bahwa skema urun biaya tersebut dilakukan semata-mata sebagai upaya mengurangi defisit. 

"Secara teori ada pengaruhnya, tapi tidak terlalu besar. Ini bukan merupakan sebuah upaya untuk menurunkan defisit. Tujuannya supaya peserta tidak melakukan pelayanan yang tidak perlu," kata Budi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement