REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islmict Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menilai paparan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam debat perdana yang digelar Kamis (17/1) malam belum memenuhi ekspektasi publik. Ia berpendapat publik berharap adanya narasi yang bernas, tuntas, dan fundamental.
Ia menilai, seharusnya kedua paslon dapat memanfaatkan waktu untuk menjelaskan ke publik mengenai persoalan terorisme dari hulu hingga hilir. Baik akar terorisme, paradigma terorisme, solusi pencegahan, dan penindakan sesuai UU terorisme dan UU HAM.
Akan tetapi, ia menilai, paparan kedua pasangan calon tak berjalan maksimal. Dari awal sesi sampai berakhir, dua paslon sama-sama belum terlihat bisa menampilkan konstruksi pemikiran yang komprehensif, runut, sistematis dan simpel.
"Bisa jadi problem terbatasnya waktu pemaparan yang menjadi salah satu variabel espektasi publik tidak menemukan relevansinya pada debat kali pertama ini,” ujar Harits, Jumat (18/1).
Harits juga menilai fokus debat soal terorisme ini kurang menarik. Sebab, para pasangan calon masih belum mampu menjelaskan dengan jelas masalah ini.
Ia menduga, masalah terorisme bukan menjadi masalah yang penting yang dihadapi bangsa saat ini dibandingkan dengan persoalan bangsa lainnya seperti masalah ekonomi, keadilan, pendidikan, dan narkoba.
Debat perdana yang digelar pada Kamis (17/1) malam, mengangkat tema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme. Debat pilpres 2019 ini akan diselenggarakan hingga lima kali.