REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- DIY menghadirkan tantangan-tantangan tersendiri bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Salah satu isu paling strategis bagi lembaga-lembaga tersebut tentu saja kepercayaan publik.
Ketua Divisi Teknis KPU DIY, Zainuri Ikhsan mengatakan, sejak kehadiran UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, pembenahan memang menjadi paling penting. Lalu, setelah ada UU Nomor 7 Tahun 2017, independensi menjadi perhatian.
UU itu memiliki pasal yang mengharuskan Komisioner KPU wajib mengundurkan diri dari jabatan-jabatan ormas demi menjaga independensi. Karenanya, bahkan sejak terbentuk, KPU dan Bawaslu memang harus terus mengalami perkembangan.
"Ke depan semakin baik, cuma memang tantangan tiap periode beda-beda," kata Ikhsan, saat mengisi bincang-bincang yang digelar Jaringan Demokrasi Indonesia (Jadi) DIY di Silol Kopi and Eatery, Selasa (15/1).
Ia menilai, saat ini media sosial tetap merupakan tantangan terbesar. Sebab, itulah wadah yang sangat bisa dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan berita-berita bohong.
Ikhsan menuturkan, KPU DIY sendiri sudah melakukan berbagai usaha yang tentu belajar dari pengalaman lalu. Termasuk, beberapa isu liar yang agak terlambat ditanggapi dan ternyata menggelinding menjadi isu liar.
Telah dilakukan pula kajian-kajian mengundang para pakar media sosial. Dari sana, dipahami ketika berita bohong menyebar, antisipasinya tidak bisa cuma menangkalnya, tapi harus melakukan penyebaran berita positif.
Tujuannya, tidak lain supaya bisa mengimbangi dampak dari berita bohong yang tersebar. Namun, ikhsan memahami, langkah seperti itu belum tentu 100 persen selalu dianggap benar oleh masyarakat.
Tapi, ia menekankan, yang dilakukan itu semata sebagai usaha menetralisir informasi yang keliru di masyarakat. Misal, lewat meme-meme yang sudah sesuai tahapan di KPU sebagai penjelasan.
"Kita berharap (meme-meme) ini lebih masif di masyarakat karena informasi keliru ditangkap masyarakat lantaran tidak berimbang informasi yang mereka terima," ujar Ikhsan.
Melalui itu, diharapkan mampu menjadi modal masyarakat untuk membedakan mana informasi yang benar mana informasi yang salah. Untuk DIY, ia merasa gelaran pemilihan umum akan cukup aman.
Hal itu dikarenakan masyarakat cukup memahami integritas dan independensi KPU. Sejak periode lalu, belum ada kasus yang sampai dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) maupun ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalaupun ada besar kemungkinan dimenangkan KPU, jadi insya Allah di DIY pemilu sukses berintegritas," kata Ikhsan.
Komisioner Bawaslu DIY, Sutrisnowati menilai, hingga kini DIY masih memiliki situasi dan kondisi relatif aman. Termasuk, hubungan antara KPU dan Bawaslu yang cukup adem dan disebut masih sehati.
Ia berpendapat, selama ini hampir tidak ada friksi-friksi besar yang membuat hubungan kedua lembaga berseteru. Tapi, Wati menekankan, memang ada tahapan-tahapan tertentu yang kadang mengharuskan KPU dan Bawaslu menjaga jarak.
Misalkan soal daftar calon sementara, yang ketika ada permohonan penyelesaian sengketa pemilu KPU dan Bawaslu harus memainkan peran sesuai regulasi. Wati merasa, menjadi netral memang tuntutan yang harus mereka penuhi. "Jadi kami harus bisa bermain peran seperti apapun yang dituntut kepada kami," ujar Wati.
Soal apakah situasi itu berdampak kepada peserta pemilu, sebenarnya tinggal dilihat dari kondisi-kondisi seperti adakah permohonan penyelesaian sengketa. Terlebih, sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017, Bawaslu memiliki tugas baru.
Tugas itu tidak lain menyelesaikan sengketa pemilu. DIY, yang dulunya tidak pernah ada proses sengketa pemilu, tahun ini Bawaslu menyelesaikan tidak kurang 10 permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu.
Disadari atau tidak, regulasi baru itu tentu memberikan tupoksi kepada Bawaslu yang semakin kuat. Sebab, kini Bawaslu memiliki tidak cuma peran pencegahan dan pengawasan, tapi ada peran besar berupa penindakan.
Melihat sejarah sejak Bawaslu ada di DIY, memang belum pernah ada kasus yang kemudian masuk ke tindak pidana pemilu atau sampai disidangkan ke pengadilan. Tapi, tahun ini, pecah telur terjadi.
Untuk pertama kalinya diputus kasus tindak pidana pemilu yang sudah inkrah. Meski begitu, Wati melihat, kejadian itu sebenarnya bisa dimaknai sebagai proses penguatan kelembagaan Bawaslu.
"Dampaknya tentu ada positif dan negatif, salah satunya bisa dimaknai ketika ada peserta pemilu yang menggunakan haknya, itu bagian hak konstitusi," kata Wati.
Atas semua itu, tentu sudah menjadi keharusan bagi KPU maupun Bawaslu DIY memberikan transparansi dan akuntabilitas kinerja kepada masyarakat. Mental itulah yang wajib direproduksi terus-menerus.
KPU dan Bawaslu harus senantiasa mematri prinsip kalau tugas yang diamanahkan di seragam mereka bukan untuk memuaskan dahaga para peserta pemilu. Tapi, memastikan pemilihan umum berlangsung dengan penuh integritas.