REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi V Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengungkapkan, penyebaran berita bohong atau hoaks di Indonesia banyak terjadi melalui pesan singkat dan surat elektronik. Jaleswari mengatakan, hoaks sangat berpotensi memecah belah persatuan bangsa.
"Skala penyebaran hoaks yang paling besar terjadi melalui platform seperti surat elektronik dan pesan singkat WhatsApp," ujar Jaleswari yang mewakili Kepala KSP Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dalam diskusi di Jakarta, Selasa (15/1).
Jaleswari menjelaskan, berdasarkan penelitian di beberapa negara lain, penyebaran hoaks banyak dilakukan melalui aplikasi yang terenkripsi, bukan melalui media sosial yang umumnya digunakan. Oleh sebab itu penyebaran konten hoaks yang dilihat melalui media sosial seperti Twitter, Instagram dan Facebook dikatakan Jaleswari hanyalah sebagian kecil dari skala yang lebih besar yaitu surel dan pesan singkat dalam aplikasi WhatsApp.
Fenomena hoaks yang timbul di masyarakat, menurut Jaleswari sangat berpotensi memecah belah persatuan bangsa dan perlu segera ditangani terutama memasuki masa masa menuju Pemilu 2019. "Kemunculan hoaks dan ujaran kebencian penting untuk diantisipasi, supaya masyarakat tidak terjebak dalam berita yang tidak benar dan berpotensi untuk menjatuhkan kandidat-kandidat peserta pemilu legislatif maupun eksekutif, sehingga bisa memecah kehidupan demokrasi di Indonesia," katanya.
Lebih lanjut Jaleswari mengatakan, penyebaran hoaks yang masif ini perlu diberantas dengan adanya gerakan sosial dan persuasif seperti melakukan literasi edukasi serta menjaga adab dalam bermedia sosial. "Gerakan ini penting untuk mengajak masyarakat ikut mengkampanyekan bagaimana berkomunikasi melalui media sosial yang baik yang beretika yang positif yang produktif yang berbasis nilai-nilai budaya Indonesia," tandas Jaleswari.