Senin 14 Jan 2019 03:57 WIB

DTKJ Sarankan Kebijakan Transportasi Saling Beriringan

DTKJ mengatakan idealnya kebijakan transportasi harus saling beriringan.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Bayu Hermawan
Kemacetan (ilustrasi)
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Kemacetan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Komisi Hukum dan Humas, Tory Damantoro mengatakan secara ideal, kebijakan transportasi seharusnya saling beriringan. Kombinasi antara kebijakan pull (menarik) masyarakat untuk meninggalkan transportasi pribadi, harus sejalan dengan kebijakan push (mendorong) masyarakat menjadi lebih sulit dalam menggunakan kendaraan pribadi.

Hal ini menyoroti penuturan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang masih akan memprioritaskan ketersediaan transportasi umum, dimana itu adalah sebuah kebijakan pull. "Kalau kita arahannya adalah kemacetan, itu memang harus kebijakan push dan kebijakan pull. tidak bisa hanya kebijakan pull saja," jelas Damantoro kepada Republika.co.id, Ahad (13/1).

Sebab, kata dia, masyarakat memang harus dipaksa untuk dapat menaiki kendaraan transportasi umum. Sehingga, diperlukan adanya kombinasi antara dua kebijakan tersebut. "Misalnya, walaupun dikasih kereta MRT (Moda Raya Terpadu) sekalipun, misalnya gratis sekalipun, tidak pernah akan bisa mengalahkan layanan kendaraan pribadi yang pintu ke pintu. Jadi memang harus ada kombinasi, antara penyediaan angkutan umum yang baik, dan pembatasan kendaraan pribadi," jelasnya.

Tory menekankan, dua jenis kebijakan itu tak bisa saling menunggu kesiapan masing-masing kebijakan. Kedua kebijakan itu harus berjalan beriringan.  Jenis-jenis kebijakan push sendiri juga bermacam-macam. Contohnya, kata dia, keijakan ganjil-genap, kebijakan jalan berbayar, dan kebijakan tarif parkir gratis. Meskipun demikian, penempatan mana dulu kebijakan yang didulukan, akan menjadi kebijakan pemerintah daerah.

"Mana yang akan didahulukan, mana yang akan menyusul, itu ya kebijakan pemegang keputusan. mana yang akan didahulukan," ucapnya.

Perihal penerapan jalan berbayar yang sempat mengalami ketersendatan karena adanya dugaan penyimpangan pada saat proses tender, Damantoro enggan berkomentar. Namun demikian, pemerintah provinsi (pemprov) masih bisa mengunggulkan kebijakan ganjil-genap sebagai upaya kebijakan push, sembari memberlakukan penyediaan angkutan massal sebagai upaya kebijakan pull.

Dia sendiri menyebut, DTKJ memberikan rekomendasi atas pemberlakuan aturan ganjl-genap secara berbentuk kawasan. Sehingga, tak hanya satu atau dua jalan saja yang berlaku ganjil-genap, namun satu kawasan seperti kawasan perkantoran, yang diberlakukan kebijakan itu, sambil menunggu ERP siap diberlakukan.

“Ya, terutama adalah kawasan yang sudah bisa diakses dengan angkutan umum. Karena kan buat apa sekian rupiah disubsidikan untuk angkutan umum, kalau kemudian masyarakat tidak menggunakannya,” jelas dia.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta menyebut pihaknya memprioritaskan pembangunan transportasi umum, dari pada proses penerapan jalan berbayar atau ERP. Sebab, pihaknya sendiri masih melakukan konsultasi dengan kejaksaan perihal adanya dugaan penyimpangan.

“Kita lebih penting bangun transportasi umum daripada ERP-nya. Yang lebih penting itu membuat transportasi umum lebih banyak, kan di situlah inti dari kebijakan kita,” jelas Anies, beberapa waktu lalu.

Pihaknya menyebut masih menunggu pendapat hukum dari kejaksaan yang telah dia ajukan sejak November 2018 lalu. Sebab, menurutnya dalam proses menentukan tender perusahaan yang akan menjalankan ERP, terdapat pertanyaan-pertanyaan yang perlu dikonsultasikan. Dia berharap jangan sampai dalan pemutusan tender nantinya akan menjadi permasalahan hukum.

Dia menyebut, dalam proses penetapan tender, dia melihat adanya kedisiplinan yang tak dilakukan dengan baik. Sehingga, dia khawatir ketika hasil tender telah diputuskan, akan menjadi tuntutan dari salah satu perusahaan tender.

“Ya kan ada ketentuan. Misalnya antara penyelenggara dan pihak (calon perusahaan tender) dibatasi komunikasinya. Kalau ternyata itu ada komunikasi, bagaimana? Dan ternyata ada komunikasi. Itu resmi semua, tapi kalau salah satu ada yang menang nanti pasti jadi masalah,” jelas dia.

Oleh sebab itu, pihaknya pun berkonsultasi dengan kejaksaan, mengenai apakah dalam proses itu ada hal-hal yang secara hukum menyimpang. “Kalaul ada ya kita koreksi. Jangan asal jadi, nantinya jadi masalah,” jelas dia.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DInas Perhubungan dan Transportasi, Sigit Widjatmoko berharap proses permintaan pendapat hukum atau legal opinion akan menjadi referensi yang baik untuk pelaksanaan lelang. Dia telah mengirimkan dokumen terkait perencanaan dan pihaknya masih menunggu kajiannya..

“Terkait semua dokumen terkait perencanaan sudah dikirimkan ke sana. Kita berharap legal opinion ini bisa menjadi referensi yang baik untuk pelaksanaan lelang,” ujar Sigit.

Sebab, menurut Sigit, dalam penerapan ERP harus memiliki keberhasilan yang tinggi, termasuk  lelang perusahaan tender. Pihaknya menginginkan kebijakan yang akan diterapkan tidak memiliki risiko kegagalan.

Artinya, keandalan sistem jadi patokan kunci dan prosesnya pun berjalan sesuai ketentuan dan adil. “Sehingga yang penting bagi kami bagaimana requirement output kinerja dari sistem pembayaran ini dilaksanakan sebaik-baiknya,” kata dia.

Pihaknya membenarkan adanya perubahan komposisi kelompok perusahaan yang mengikuti lelang. Salah satunya adalah pengunduran diri dari salah satu calon perusahaan tender yaitu Qfree.

“Ya itu, sekarang gini peserta sebagai penyedia kan berkonsorsium. Oke, salah satu anggota konsorsium mengundurkan diri diganti dengan member yang baru. Itu lagi berproses. Legal opinion terkait mereview hal tersebut,” ujar dia.

Namun, Sigit menyebut hal itu hanya berdampak kepada adanya perubahan konsorsium dan bukan mundur sepenuhnya. Tiga perusahaan calon penyedia ERP, kata dia, yaitu PT Bali Towerindo Sentra, Kapsch Traffic Com AB, dan Qfree ASA telah lolos pra-kualifikasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement