Ahad 13 Jan 2019 12:49 WIB

Mengapa Shutdown Pemerintah AS Begitu Panjang?

Trump mengakui status darurat nasional bakal masuk ke jalur hukum.

Capitol Dome difoto dari Capitol Visitors Center di Washington, Amerika Serikat. Shutdown yang dicanangkan pemerintah AS telah menimbulkan kekacauan. Ratusan ribu pegawai tidak tahu kapan akan digaji.
Foto: AP
Capitol Dome difoto dari Capitol Visitors Center di Washington, Amerika Serikat. Shutdown yang dicanangkan pemerintah AS telah menimbulkan kekacauan. Ratusan ribu pegawai tidak tahu kapan akan digaji.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fergie Nadira

WASHINGTON -- Penghentian sementara dan parsial atau shutdown pemerintahan Amerika Serikat (AS) menjadi peristiwa terpanjang dalam sejarah di negara itu. Pada Sabtu (12/1), shutdown yang terjadi di beberapa instansi pemerintahan sudah memasuki hari ke-22.

Penutupan ini merupakan buntut dari pergolakan antara Presiden AS Donald Trump dan Partai Demokrat di Parlemen AS. Shutdown ini dilakukan atas permintaan Trump terkait dana untuk pembangunan tembok di perbatasan.

Berbagai solusi tidak ditemukan bagi pekerja federal yang hingga Jumat (11/1) belum menerima gaji. Kongres AS memilih memberikan gaji setelah dibuka kembali pemerintahan yang ditetapkan shutdown.

Sementara, Trump sendiri dinilai mencari aman dengan menyatakan pemerintahannya dalam keadaan darurat nasional. "Saya tidak mau terburu-buru mendeklarasikan (darurat nasional) itu," ujar Trump di Gedung Putih, Jumat.

Trump menyebut pendeklarasian status darurat nasional adalah jalan keluar termudah untuk mendesak Kongres AS. Ia menuntut agar Kongres AS meningkatkan kinerja dan tanggung jawab untuk meloloskan dana Rp 80 triliun untuk pembangunan tembok.

"Namun, jika mereka (Kongres AS) tidak bisa melakukan hal itu, baru saya akan deklarasikan status darurat nasional. Saya punya hak atas hal tersebut," ujar Trump.

Sebelumnya, Trump telah beberapa kali menyebutkan bahwa status darurat nasional sudah di depan mata. Belum diketahui apa yang membuat Trump mengubah atau menunda tekadnya itu.

Namun, dalam sebuah pertemuan di Gedung Putih, Trump mengakui bahwa pendeklarasian status darurat nasional akan berujung pada pertempuran di jalur hukum hingga level Mahkamah Agung.

Sejumlah oposisi menilai langkah sepihak dari Presiden terkait isu perbatasan dapat dikategorikan sebagai aksi yang melampaui konstitusi negara. Mereka mengkhawatirkan jika status darurat nasional diterapkan, akan menjadi preseden buruk atas sejumlah kontroversi serupa pada masa mendatang.

Pengalihan dana

Gedung Putih mengeksplorasi pengalihan dana pembangunan dinding perbatasan dari berbagai dana lain. Satu gagasan yang dipertimbangkan adalah mengalihkan sebagian dana dari 13,9 miliar dolar AS yang dialokasikan untuk Korps Insinyur Angkatan Darat setelah badai dan banjir yang mematikan tahun lalu.

Gubernur California Gavin Newsom menyebutnya sebagai gagasan "tidak berbudi". Penyebutan itu didasarkan dari penggunaan bantuan bencana untuk membayar pembangunan tembok tidak bermoral, yang memang tidak dibutuhkan atau diinginkan Amerika.

Senator dari Partai Republik, Kevin Brady, dari Texas, merasa yakin dana bantuan bencana tidak akan diganggu gugat. "Pemerintah tengah memperhatikan banyaknya dana yang belum digunakan dalam rekening pemerintah lainnya," ujar dia.

Laman Associated Press pada Sabtu (12/1) menyebutkan, penggunaan dana lain dimungkinkan, seperti menyentuh dana penyitaan aset, termasuk uang yang disita oleh Departemen Kehakiman dari gembong narkoba. Gedung Putih juga mengincar dana pembangunan militer yang merupakan pilihan lain yang sulit secara politis.

Kendati demikian, beberapa menit sebelum pernyataan Trump yang ingin keadaan darurat nasional, senator asal Partai Republik, Lindsey Graham, sempat menuliskan pendapatnya di Twitter. "Pak Presiden, deklarasikan status darurat nasional. Sekarang. Bangun tembok sekarang," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement