Sabtu 12 Jan 2019 22:47 WIB

Soal Uighur, Cina Dinilai Pantas Disanksi Internasional

Pemerintah didorong mengusulkan sanksi perdagangan untuk Cina

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Karta Raharja Ucu
(dari kiri) Anggota DPR Muzammil Yusuf, Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur Seyit Abdulkadir Tumturk dan Mantan Tahanan Uighur di Kamp Reedukasi Xinjiang Gulbahar Jelilova menjadi narasumber dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (12/1).
Foto: Republika/Prayogi
(dari kiri) Anggota DPR Muzammil Yusuf, Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur Seyit Abdulkadir Tumturk dan Mantan Tahanan Uighur di Kamp Reedukasi Xinjiang Gulbahar Jelilova menjadi narasumber dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (12/1).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Anggota DPR RI Fraksi PKS Almuzzammil Yusuf menyatakan yang menimpa Muslim Uighur di Xinjiang, Cina, merupakan pelanggaran HAM berat dunia. Karena itu, menurut dia pemerintah Indonesia perlu mengusulkan sanksi perdagangan dan hubungan diplomatik kepada dunia internasional untuk dikenakan kepada Cina.

Pendapat itu disampaikan Almuzzammil berdasarkan keterangan mantan tahanan di kamp reedukasi Xinjiang, Gulbahar Jelilova, Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur (Uighur), Seyit Tumturk, dan laporan Amnesty International, dalam konferensi pers bertajuk 'Kesaksian dari Balik Penjara Uighur' di Jakarta, Sabtu (12/1). "Apa yang terjadi pada warga Muslim Uighur bentuk pelanggaran HAM berat yang harus dijawab dunia internasional. Sanksi perdagangan dan hubungan diplomatik itu yang harus kita lakukan," katanya.

Menurut Muzzammil, dua sanksi tersebut diperlukan bila Cina tidak memperhatikan berbagai tuntutan dari dunia internasional. Persoalan bahwa Indonesia banyak melakukan kerja sama di sektor ekonomi dengan Cina, menurutnya itu hal lain.

"Bahkan blokade ekonomi, hubungan diplomatik berbagai lembaga negara dunia itu bisa mereka bekukan dengan Cina, kalau penindasan terus dilakukan oleh Cina," ucap dia.

photo
(dari kiri) Anggota DPR Muzammil Yusuf, Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur Seyit Abdulkadir Tumturk, Mantan Tahanan Uighur di Kamp Reedukasi Xinjiang Gulbahar Jelilova dan Tim Komunikasi & Advokasi Amnesty International Indonesia Haeril Ilham menjadi narasumber dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (12/1).

Muzzammil mengingatkan, perintah konstitusi yakni kemerdekaan adalah hak segala bangsa sebagaimana Indonesia yang mendukung Palestina merdeka. Maka, lanjutnya, Indonesia juga harus mendukung Uighur merdeka. Apalagi, jumlah warga Muslim Uighur yang menjadi korban pelanggaran HAM berat Cina itu mencapai jutaan.

"Harusnya berani, karena itu perintah konstitusi kita. Itu adalah hak menurut konstitusi kita. Mereka dilantik atas perintah konstitusi. DPR, Presiden, disumpah atas dasar konstitusi, itu engga ada tawar-menawar," kata dia.

Muzzammil enggan berkata lebih jauh soal Wakil Presiden Jusuf Kalla yang beberapa waktu lalu menyatakan persoalan Uighur adalah urusan dalam negeri Cina. Namun, menurut dia, setidaknya pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif, berbicara di forum internasional sebagai bentuk upaya menekan Cina.

Pemerintah pun harus bekerja sama dengan banyak negara. Misalnya, Turki, negara-negara di Asia Tenggara, negara-negara di Eropa, Amerika Serikat, PBB dan Amnesty Internasional. "Dunia internasional harus bergerak bersama-sama, karena Cina negara besar. Kita harus menggalang itu, kita kuat di Asia Tenggara," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement