Kamis 10 Jan 2019 15:09 WIB

Ketua PKK Tumpas Human Trafficking Terkendala Koordinasi

Belum terjadi kolaborasi yang utuh dari setiap stakeholder maupun organisasi.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Gubernur Jabar Ridwan Kamil memberikan buku modul Sekolah Perempuan Capai Impian dan Cita-cita (Sekoper Cinta) kepada istrinya yang juga Ketua Penggerak PKK Jabar Atalia Praratya pada Festival Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) dan Expo UKM Perempuan dalam rangka Hari Ibu (PHI) ke-90, di Gedung Sabuga, Kota Bandung, Ahad (16/12).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Gubernur Jabar Ridwan Kamil memberikan buku modul Sekolah Perempuan Capai Impian dan Cita-cita (Sekoper Cinta) kepada istrinya yang juga Ketua Penggerak PKK Jabar Atalia Praratya pada Festival Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) dan Expo UKM Perempuan dalam rangka Hari Ibu (PHI) ke-90, di Gedung Sabuga, Kota Bandung, Ahad (16/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua Tim Penggerak (TP) Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Jawa Barat (Jabar) Atalia Praratya berharap setiap pihak bisa lebih bersinergi untuk menumpas kasus human trafficking di Jabar.  Namun, menurut Atalia, saat ini ia masih terkendala koordinasi karena data kasus dari kabupaten/kota pun belum senada dengan yang tercatat di provinsi.

"Jadi sebenarnya begini, selama ini kalau yang saya pantau ini data dari provinsi ini tidak terlalu me-link dengan apa yang terjadi di kota dan kabupaten," ujar Atalia kepada wartawan, di Gedung Sate, Kamis (10/1).

Istri Gubernur Jabar Ridwan Kamil ini mengaku, sejauh ini memang belum terjadi kolaborasi yang utuh dari setiap stakeholder maupun organisasi perlindungan anak dan perempuan. Sehingga ketika terjadi kasus, para korban merasa bingung harus melaporkan kepada siapa.

"Insyaallah dalam waktu dekat kita akan duduk bersama-sama termasuk dengan para dewan pakar yang mereka peduli dengan perlindungan anak," katanya.

Atalia optimistis, angka kasus human trafficking ini bisa terus ditekan, sehingga tak lagi ada warga Jabar yang menjadi korban. "Mudah mudahan nanti kita akan buat terstruktur dan tersistem lagi dengan baik," katanya.

Menurutnya, data korban yang dimiliki kota kabupaten di Jabar masih data sendiri-sendiri. Begitu pula dalam penanganan kasusnya. "Kemudian juga LPA (Lembaga Perlindungan Anak) punya kasus dan penanganan sendiri. Itu tidak kemudian terkolaborasikan dengan baik penanganannya dengan provinsi," katanya.

Atalia menilai, usia remaja sangat rawan menjadi korban human trafficking ini, mengingat perkembangan teknologi yang semakin mudah diakses melalui ponsel dan gawai lainnya. Terlebih, Pemprov Jabar pun mencanangkan program, seperti Desa Digital yang dikhawatirkan bisa mendorong terjadinya kasus.

Namun, kata Atalia, saat ini pihaknya pun memiliki program untuk membentengi anak dan remaja dari potensi menjadi korban. Salah satunya lewat  Setangkai atau Sekolah Tanpa Kendali Gawai. Jadi di sekolah pun akan memberikan pemahaman kepada anak-anak dengan mengumpulkan gawai-gawai pada saat masuk tempat belajar.

"Saya khawatir dengan nanti masuknya online atau gawai gawai yang masuk di pedesaan itu akan mendorong, tapi saya kira selama ketahanan keluarga itu muncul, bahwa setiap anak diberikan bekal yang baik mereka akan ada filter sendiri supaya pada akhirnya mereka akan memilah," paparnya.

Bagaimanapun juga, kata dia, seorang guru bahkan orang tua tidak dapat selama 24 jam memantau anak-anaknya. "Meskipun kita berusaha bagaimana mereka dibatasi untuk memegang gawai, tapi kan tidak bisa 24 jam dalam pantauan orang tuanya maupun gurunya," kata Atalia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement