Rabu 09 Jan 2019 20:36 WIB

Periksa Aher, KPK Tanya Aliran Dana ke Pejabat Pemprov Jabar

Aher hari ini memenuhi panggilan sebagai saksi kasus suap terkait proyek Meikarta.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan alias Aher (tengah) bergegas seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan alias Aher (tengah) bergegas seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) hari ini diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta, milik Lippo Group di Kabupaten Bekasi. Aher dihadirkan sebagai saksi untuk tersangka Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.

Diketahui, sebelumnya KPK sudah dua kali memanggil Aher, namun ia mangkir tanpa alasan. Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah mengatakan  penyidik mendalami ihwal aliran dana suap Lippo Group. Diduga, sejumlah pejabat atau pegawai Pemprov Jabar ikut kecipratan uang haram dari proyek tersebut.

"Diklarifikasi juga pengetahuan saksi tentang dugaan aliran dana terhadap sejumlah pejabat atau pegawai Pemprov Jabar," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Rabu (9/1).

Selain aliran dana, menurut Febri, penyidik juga mendalami peran Aher dalam kasus ini. Salah satunya, peran dan kewenangan Aher dalam memuluskan proyek tersebut.

"Peran dan perbuatan yang dilakukan saksi terkait kewenangannya sebagai gubernur sehubungan dengan rekomendasi perizinan Meikarta," kata Febri.

Usai diperiksa, Aher mengaku dicecar ihwal kewenangannya sebagai Gubernur mengeluarkan Keputusan Gubernur. "Keputusan Gubernur harus keluar, karena rekomendasi yang dikeluarkan Pemprov Jabar itu tak boleh ditandatanganu oleh Gubernur. Oleh karenanya dikeluarkan Keputusan Gubernur berdasarkan Perpres No 97 2014," terang Aher.

"Oleh karena itulah berdasarkan itu Gubernur bikin Perpres tersebut. Isinya satu  adalah memberikan pendelegasian kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP)untuk menandatangani rekomendasi tersebut," tambahnya.

Aher menegaskan, Pemprov Jabar hanya mengeluarkan rekomendasi terhadap lahan yang sudah clean and clear. "Hanya keluarkan rekomendasi lahan yang sudah clean dan clear. Kalau 86,4 hektare sudah clear makanya dikeluarkan rekomendasi.

Yang diajukan 143 hektare. Untuk peruntukan 84,6 hektare. Itulah yang diberikan rekomendasi pemprov. Sisanya ya belum," tuturnya.

KPK sebelumnya mengendus perizinan proyek Meikarta bermasalah. Lembaga antirasuah pun sempat mengimbau agar pihak Pemerintah Kabupaten Bekasi mengaudit ulang izin tersebut.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Selain Bupati Neneng, KPK juga menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini.

Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi; Kepala Dinas Damkar Pemkab Bekasi, Sahat MBJ Nahar; Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, Dewi Tisnawati; dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.

Kemudian, pihak swasta bernama Billy Sindoro yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi dan Fitra Djajaja Purnama selaku konsultan Lippo Group, serta Henry Jasmen pegawai Lippo Group.

Bupati Neneng dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji Rp 13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.

Keterkaitan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Sehingga, Proyek Meikarta membutuhkan banyak perizinan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement