REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto memprediksi kasus pornografi dan kejahatan siber terhadap anak kemungkinan semakin meningkat. Selain itu, kasus perdagangan anak juga kemungkinan meningkat apabila tidak diatasi dengan baik.
Susanto mengatakan hal tersebut sebab saat ini perkembangan teknologi semakin maju. Kasus pornografi, kejahatan siber, dan perdagangan manusia yang terjadi belakangan ini banyak berkaitan dengan perkembangan teknologi.
Meskipun demikian, terkait pornografi saat ini ia menilai upaya negara sudah cukup baik. "Tapi kejahatan berbasis siber ini kerentanannya memang tinggi. Bisa jadi pada 2019, 2020 jika upaya negara tidak begitu serius terkait perlindungan anak dari kejahatan berbasis siber saya kira kerentanan ini semakin meningkat, baik anak menjadi korban atau pelaku," kata Susanto, saat memberikan keterangan pers, di Kantor KPAI, Jakarta Pusat, Selasa (8/1).
Selanjutnya terkait perdagangan dan eksploitasi anak. Dulu, kata Susanto, kejahatan ini dilakukan secara manual atau si pelaku langsung menemui korban tanpa melalui perantara teknologi informasi.
Saat ini, banyak kasus terkait perdagangan dan eksploitasi anak yang dilakukan melalui media sosial. "Saat ini polanya berbasis siber. Sehingga potensi ini perannya meningkat secara signifikan," kata Susanto melanjutkan.
Sementara itu, Susanto menambahkan sebenarnya ada dua kasus yang cukup stabil yakni anak berhadapan dengan hukum (ABH) dan pengasuhan dalam keluarga. Ia mengatakan, dua kasus ini setiap tahunnya selalu ada dengan jumlah yang relatif sama.
Terkait hal ini, KPAI berharap pemerintah lebih memperhatikan keberlangsungan hidup anak. Presiden dan Kementerian-kementerian terkait harus melakukan kebijakan perlindungan anak yang telah ditetapkan, keberpihakan anggaran, dan program yang terukur.