Jumat 04 Jan 2019 15:49 WIB

TSS Selat Sunda dan Selat Lombok Diajukan ke IMO

TSS ini diajukan untuk keselamatan pelarahan Indonesia

Indonesia mengajukan TSS pada Sidang International Maritime Organization (IMO) Sub Committee  Navigation, Communication Search and Rescue (NCSR) ke-6 yang akan diselenggarakan pada 16 - 25 Januari 2019 di Markas Besar IMO di London.
Foto: Foto: Humas Ditjen Hubla
Indonesia mengajukan TSS pada Sidang International Maritime Organization (IMO) Sub Committee Navigation, Communication Search and Rescue (NCSR) ke-6 yang akan diselenggarakan pada 16 - 25 Januari 2019 di Markas Besar IMO di London.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menjamin terwujudnya keselamatan pelayaran di alur laut untuk lalu lintas pelayaran Internasional, khususnya yang melewati Selat Sunda dan Selat Lombok, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, siap mengajukan skema pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS). Pengajuan pemisahan TSS itu akan disampaikan pada Sidang International Maritime Organization (IMO) Sub Committee  Navigation, Communication Search and Rescue (NCSR) ke-6 yang akan diselenggarakan pada 16 - 25 Januari 2019 di Markas Besar IMO di London.

Dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Direktur Kenavigasian Basar Antonius mengatakan, pengajuan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok tersebut sudah melalui beberapa proses. Bahkan, hal itu pun telah diajukan ke IMO dalam bentuk Information Paper pada sidang IMO Sub-Komite NCSR ke-5 di London pada bulan Februari tahun 2018. Sedangkan Proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok telah diterima oleh Sekretariat IMO pada tanggal 16 Oktober 2018 yang lalu.

Penetapan TSS di Selat Lombok dan Selat Sunda, menurut Basar, diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran di selat yang menjadi Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan cukup ramai lalu lintasnya tersebut. "Selat Sunda, adalah salah satu selat yang paling penting di Indonesia yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI I dari selatan ke utara dengan jalur lintas yang memiliki kepadatan tinggi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera yang sebagian besar dilalui oleh kapal penumpang," ujarnya, Jumat (4/1). 

photo
Indonesia mengajukan skema pemisahan alur laut (TSS) pada sidang IMO di London pada 16-25 Januari 2019. (Foto: Humas Ditjen Hubla)

Selain itu, di Selat Sunda juga terdapat beberapa wilayah yang ditetapkan sebagai daerah konservasi laut dan wisata taman laut yang wajib dilindungi. Salah satunya adalah wilayah Pulau Sangiang yang telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.55/Kpts-II/1993.

“Di Selat Sunda juga terdapat 2 gugusan terumbu karang, yaitu Terumbu Koliot dan Terumbu Gosal yang berbahaya bagi pelayaran,” ujar Basar.

Sistem rute yang diusulkan pada Selat Sunda ini adalah untuk membangun TSS baru, Precautionary Areas, dan dua Inshore Traffic Zones (Eastern inshore traffic zone and Western inshore traffic zone) di Selat Sunda yang terletak di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Adapun Selat Lombok yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI II juga merupakan jalur lalu lintas internasional yang memiliki kepadatan tinggi dikarenakan oleh keberadaan kawasan wisata di sekitarnya. Sistem rute yang diusulkan pada Selat Lombok adalah untuk membentuk TSS baru, dua Precautionary Areas, dan dua Inshore Traffic Zones di Selat Lombok yang berlokasi di Pulau Bali dan Pulau Lombok.

Basar menjelaskan, bahwa pemisahan alur lalu lintas yang berlawanan di daerah tersebut, serta penetapan precautionary area pada rute persimpangan memastikan kapal-kapal yang menggunakan alur tersebut bisa mendapatkan informasi yang memadai mengenai lalu lintas di sekitarnya, sehingga mengurangi risiko terjadinya tubrukan kapal serta mengurangi risiko kapal kandas yang tidak disengaja dengan menjauhkan kapal dari terumbu karang.

“Selain itu, kami juga berharap penetapan TSS di Selat Lombok dan Selat Sunda ini dapat berkontribusi terhadap perlindungan lingkungan maritim di wilayah perairan kedua Selat tersebut,” ucap Basar.

Sebagai informasi, setelah ditetapkannya TSS Selat Sunda dan Selat Lombok, Pemerintah Indonesia masih memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan, antara lain melakukan pemenuhan sarana dan prasarana penunjang keselamatan pelayaran di area TSS yang telah ditetapkan, meliputi Vessel Traffic System  (VTS), Stasiun Radio Pantai (SROP), Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), serta peta elektronik yang up to date dan menjamin operasional dari perangkat-perangkat penunjang keselamatan pelayaran tersebut selama 24 jam 7 hari.

Pemerintah Indonesia juga wajib mempersiapkan regulasi, baik lokal maupun nasional terkait dengan operasional maupun urusan teknis dalam rangka menunjang keselamatan pelayaran di TSS yang telah ditetapkan, serta melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan para instansi dan stakeholder terkait dengan penetapan TSS tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement