REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Realisasi penyerapan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) 2018 diakui Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor belum sampai 80 persen dari total Rp 2.656.280.650.100 atau Rp 2 triliun lebih. Hingga saat ini, sisa APBD yang belum terserap berjumlah Rp 738 miliar.
“Sejauh ini yang ada di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sudah berusaha memenuhi realisasi penyerapan anggaran. Namun dalam realisasinya masih ada yang belum maksimal,” kata Kepala Bagian Administrasi Pengendalian Pembangunan dan Pengadaan Barang Jasa (Adalbang) Setda Kota Bogor, Rahmat Hidayat, kepada Republika.co.id, Jumat (4/1).
Serapan anggaran tertinggi, kata dia, telah dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) dari anggaran sebesar Rp 7.698.186.651 mampu terealisasi sebanyak Rp 7.166.683.925 atau Rp 7,16 miliar lebih. Dia menjelaskan, jumlah tersebut jika diakumulasikan telah mencapai target serapan di angka 93,10 persen. Selebihnya, kata dia, serapan anggaran di sejumlah dinas masih berkisar 50 hingga 70 persen.
Wali Kota Bogor Bima Arya menjelaskan, serapan anggaran yang belum maksimal terjadi karena adanya sejumlah kendala, salah satu kendala terbesar adalah keterlambatan proses pembangunan infrastruktur yang masuk ke dalam program Kota Bogor.
“Keterlambatan infrastruktur ini faktornya bisa macam-macam, bisa cuaca, bisa juga kontraktor yang bekerja lamban,” kata Bima.
Bima sendiri mengaku tidak bisa mengintervensi proses lelang yang dilakukan untuk menghadirkan kontraktor yang akan menggarap proyek infrastruktur tertentu. Oleh karena itu, pihaknya hanya akan melakukan teguran hingga memberlakukan blacklist kepada para kontraktor yang kinerjanya lamban dalam membangun proyek.
Pihaknya juga akan melakukan rotasi mutasi sejumlah pejabat di SKPD yang tidak sesuai dalam menjalankan fungsi sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK). Sambil melakukan proses rotasi mutasi, Bima juga akan melihat data serapan yang dapat dimaksimalkan pada awal tahun ini agar mampu mengejar penyerapan anggaran secara menyeluruh.
“Rotasi mutasi akan dilakukan besar-besaran, kemungkinan minggu depan akan diproses. Saya akan evaluasi camat dan lurah. Terutama lurah ya, saya lihat kinerja lurah masih banyak yang harus dievaluasi,” katanya.
Bima menjelaskan, kinerja lurah di setiap wilayah belum memuaskan sehingga kebutuhan masyarakat terkait kebersihan, lingkungan, dan kesejahteraan belum dapat dilayani dengan responsif. Dia menilai, para lurah banyak yang tidak turun ke lapangan sehingga terjadi pembiaran terhadap pelayanan warga.
Untuk itu, pihaknya saat ini tengah menyusun rancangan pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) secepatnya agar proses kepastian lelang dapat segera dimulai dan penyerapan anggaran dapat dimaksimalkan.
Sementara itu Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor Ade Sarip Hidayat menjelaskan, rotasi mutasi pejabat SKPD bukan hanya menimbang faktor kinerja yang lamban dalam menyerap anggaran, tapi juga dari kebutuhan organisasi di tingkat satuan kerja. Pihaknya saat ini telah menerima laporan 43 orang yang akan mengikuti seleksi.
“Rotasi mutasi itu sekarang DPA (dokumen penyusunan anggaran) nya harus dipegang sama nomenklatur baru harusnya. Tapi karena Perda (Peraturan Daerah) nya belum ada, kita bisa gunakan Perwali (Peraturan Wali Kota) dulu. Kita jalankan sesuai tupoksi saja,” kata dia.
Terkait pelantikan rotasi mutasi pejabat SKPD, dirinya mengaku belum memastikan kapan waktu tepatnya. Terkait hal itu, kata dia, pihaknya belum mengantongi izin dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meski proses seleksi telah disusun. Dengan adanya rotasi mutasi SKPD nanti, Ade menjelaskan, kinerja serapan anggaran diharapkan dapat berpengaruh lebih maksimal.