REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ali Mansur, Febrianto Adi Saputro
JAKARTA – Kedua tim pemenangan pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden telah menyampaikan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dari laporan tersebut diketahui, kedua pasangan capres dan cawapres memiliki dana kampanye yang relatif seimbang.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin dalam laporannya menunjukkan, sumber dana paslon nomor urut 01 itu mengalami kenaikan signifikan selama tiga bulan masa kampanye. Pada September lalu, dana kampanye paslon Jokowi-Ma’ruf sebesar Rp 11,9 miliar. Namun, per Januari 2019 bertambah Rp 44 miliar sehingga menjadi Rp 55,9 miliar.
Bendahara TKN Jokowi-Ma’ruf, Wahyu Sakti Trenggono, mengatakan, dana tambahan itu berasal dari sumbangan pasangan calon Rp 32 juta, partai politik pengusung dalam bentuk barang jasa sebesar Rp 2,1 miliar, perorangan Rp 121 juta, kelompok Rp 37,9 miliar, dan badan usaha Rp 3,9 miliar. “Total [tambahan] jadi Rp 44,8 miliar,” ujar Trenggono di kantor KPU, Jakarta, Rabu (2/1).
Untuk dana sumbangan paslon, lanjut Trenggono, diperoleh dari bunga di rekening khusus dana kampanye, yakni dana pada laporan sebelumnya yang kemudian dianggap sebagai milik paslon berdasarkan hasil konsultasi dari akuntan. Sementara, Jokowi-Ma’ruf secara pribadi belum memberikan sumbangan.
Partai koalisi yang sudah memberikan dana kampanye adalah Partai Nasdem dan Perindo. Sampai saat ini, kata Trenggono, belum ada sumbangan dari pengusaha.
Adapun untuk pengeluaran, dana digunakan untuk konsolidasi daerah, rapat kerja, dan pelatihan. Adapun pos anggaran terbesar diserap untuk konsolidasi, alat peraga kampanye, dan saksi.
Trenggono optimistis akan ada banyak dana sumbangan pada bulan Januari ini. “Kami sudah sosialisasi kepada relawan dan simpatisan sampaikan cara menyumbang,” ujar Trenggono.
Dalam kesempatan yang sama, Bendahara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Thomas Djiwandono, mengatakan, total dana kampanye dari paslon nomor urut 02 sampai saat ini berjumlah Rp 54 miliar. Komposisi terbesar penyumbang dana kampanye itu berasal dari cawapres Sandiaga Uno.
“Kalau di-breakdown, tentu yang paling banyak menyumbang adalah Pak Sandi sekitar 70 persen, setelah itu Pak Prabowo sekitar 25 persen,” kata Thomas.
Dalam laporan terperinci yang disampaikan ke KPU, sumbangan dari Prabowo sebesar Rp 13 miliar (24,2 persen), Sandiaga Rp 39,5 miliar (73,1 persen), Partai Gerindra Rp 1,4 miliar (2,6 persen), sumbangan pihak lain (SPL) perorangan Rp 76 juta (0,1 persen), SPL kelompok Rp 29 juta (0,1 persen), pendapatan bunga bank Rp 938 ribu.
Sedangkan, untuk pengeluaran dana kampanye, tercatat sebesar Rp 46,6 miliar. Perinciannya, untuk pembelian peralatan, pertemuan terbatas, tatap muka, iklan media, alat peraga kampanye, keperluan media sosial, teritori dan jaringan, hingga media center.
Tidak melanggar
Jumlah sumbangan dana kampanye oleh Sandiaga sebesar lebih dari 70 persen dipersoalkan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo. Dia menilai Sandiaga menyumbang lebih dari batas maksimal sumbangan untuk kategori perseorangan.
“Calon juga merupakan warga negara yang diatur undang-undang. Di dalam konstitusi kita jelas yang boleh mencalonkan adalah warga negara Indonesia. Artinya, semua harus taat kepada undang-undang yang ada tanpa pengecualian,” kata Firman.
Namun, upaya Firman mempersoalkan hal tersebut dibantah Thomas. Dia menyebutkan, tidak ada batasan bagi paslon untuk menyumbangkan dana kampanye.
“Dia adalah paslon. Paslon itu tidak ada batasan, yang termasuk perseorangan itu pihak lain. Tidak ada limitasi (untuk paslon),” kata Thomas.
Hal senada juga disampaikan Ketua KPU Arief Budiman. Arief mengatakan, batasan jumlah sumbangan dari capres atau cawapres tidak diatur di dalam undang-undang. “Kalau paslon sendiri, itu kan sumber dana kampanye. Tapi, kalau sumbangan dari pihak-pihak lain disebut itu orang perorang, badan hukum. Nah, itu ada batasannya,” ujar dia.
Komisioner KPU Hasyim Asy’ari menambahkan, yang dimaksud dana sumbangan kampanye yaitu sumber dana yang berasal dari luar parpol dan calon kandidat. Hasyim melanjutkan, badan hukum atau korporasi diperbolehkan maksimal menyumbang Rp 25 miliar, sedangkan jumlah sumbangan perseorangan dibatasi hingga Rp 2,5 miliar.
Sedangkan, untuk sumber dana kampanye capres-cawapres, Hasyim menyebut dana bisa berasal dari pasangan calon itu sendiri, partai politik atau gabungan partai politik yang mengusung pasangan calon, serta sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain. Namun, batasannya jumlah sumbangan dari calon kandidat memang tidak disebut di dalam undang-undang.
Selain laporan dana kampanye dari tim paslon capres-cawapres, partai politik juga melaporkan LPDSK ke KPU. Menurut Hasyim, LPDSK yang dilaporkan ke KPU adalah dana sumbangan kampanye di tingkat pusat. “Untuk di pusat atau nasional, itu adalah parpol tingkat nasional, pengurus parpol tingkat nasional, dan juga paslon presiden dan wapres,” ujar dia.
Sementara, untuk peserta pemilu tingkat provinsi dan calon-calon DPD, menyerahkannya masing-masing ke KPU provinsi sesuai dengan daerah pemilihan provinsinya. Kemudian, untuk peserta pemilu parpol di kabupaten/kota, laporan dapat diserahkan ke KPU kabupaten/kota.