REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RA, korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh mantan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, bersama kuasa hukumnya melakukan konsultasi hukum dengan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Bareskrim Polri. Konsultasi bertujuan untuk menjerat terduga pelaku berinisal SAB.
Kuasa Hukum korban, Heribertus S Hartojo mengaku pihaknya belum melaporkan peristiwa pidana itu ke Kepolisian, karena masih banyak pertimbangan korban dan kuasa hukumnya. Menurut Hartojo, pertimbangan yang paling mendasar adalah menentukan pasal yang akan digunakan untuk jerat pelaku pemerkosaan itu dan mencari barang bukti yang sesuai dengan pasal yang akan dijerat kepada SAB.
"Jadi kami belum melaporkan peristiwa pidana ini. Kami baru melakukan konsultasi hukum dulu, agar bisa menjerat pelaku dengan pasal yang berat dan barang buktinya kan juga banyak, jadi kami akan menyesuaikan barang bukti dengan pasal yang akan dijerat kepada pelaku berinisial SAB itu," kata dia di Bareskrim, Rabu (2/1).
Hartojo mengatakan, jika pasal yang digunakan untuk menjerat terduga tersangka tidak sesuai dengan peristiwa pidana yang dialami kliennya, maka kasus tersebut diprediksi bisa melebar. Hartojo mengatakan, bahwa pihaknya telah mengusulkan agar pelaku itu dijerat dengan pasal dugaan perbuatan cabul, sesuai dengan barang bukti yang sudah diberikan kepada pihak PPA.
"Jadi pasalnya ini sedang disortir oleh tim penyidik. Kalau tidak disortir nanti bisa melebar kemana-mana ini," katanya.
Sementara itu, Korban RA mengaku telah mengalami sejumlah ancaman teror sebelum dirinya berencana melaporkan peristiwa pemerkosaan tersebut kepada Bareskrim Polri. Menurutnya, ancaman itu bervariasi, tetapi dirinya tidak mau menjelaskan lebih jauh apa saja bentuk ancaman yang diterimanya beberapa hari terakhir.
"Ancaman teror memang ada, tapi nanti saja. Saya tidak mau jelaskan detail," ujarnya.
Selain ancaman teror, korban juga mengaku dirinya telah menerima dua kali somasi dari pelaku SAB itu. Somasi dikirimkan pelaku kepada korban, karena korban dinilai telah membeberkan peristiwa pidana itu ke media sosial hingga viral.
"Sudah dua kali dikirim somasi, kuasa hukum sudah balas somasi itu," ujarnya.
Secara terpisah, dosen korban dari Universitas Pelita Harapan Ade Armando juga hadir bersama korban. Ade yang juga pegiat media sosial menilai, ancaman yang diterima mahasiswinya terjadi beberapa kali melalui media sosial.
Dia juga mengatakan ada beberapa orang yang telah sengaja menyewa buzzer untuk menyudutkan korban untuk menganggap bahwa korban yang salah dalam peristiwa pidana tersebut. Bahkan menurutnya, ada buzzer yang secara sengaja membuka kembali semua postingan korban sejak 2015-2016 lalu untuk membongkar kembali masa lalu RA.
"Ada buzzer yang sengaja membuat meme dan membuka kembali masa lalunya. Saya pastikan itu bukan netizen, kalau netizen buat apa dia cari informasi di Facebook-nya korban untuk diolah kembali," katanya.
RA mulai hari ini sudah bisa kembali bekerja. RA yang merupakan staf kontrak BPJS sebelumnya diberi hukuman skorsing oleh Dewan Pengawas.
"Hari ini skorsingnya telah berakhir," ujar Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja kepada Republika.co.id, Rabu (2/1).
Irvansyah menuturkan, kasus ini merupakan permasalahan pribadi yang terjadi pada mantan Dewan Pengawas BPJS, SAB, dengan RA dan telah dilaporkan secara resmi ke Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) oleh RA. Dengan demikian, kasus ini tidak terkait dengan institusi.