REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berencana membahas polemik pencalonan Yusril Ihza Mahendra sebagai caleg DPR. KPU menanti rekomendasi dari Bawaslu soal status pencalonan Yusril.
Menurut Komisioner KPU, Ilham Saputra, pihaknya akan melakukan pembicaraan bersama soal pencalonan Yusril ini. "Iya (akan dibicarakan). Kan Bawaslu juga akan mempelajarinya. Kamu tunggu rekomendasi Bawaslu seperti apa," ujarnya di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/1).
Ilham menyebut informasi yang sebelumnya disampaikan oleh KPU soal pencalonan Yusril baru bersifat dugaan. Artinya, jika Bawaslu nanti bisa memberikan rekomendasi yang sejalan atau tidak sejalan dengan informasi dari KPU.
Ilham melanjutkan, KPU berhati-hati dalam menyikapi pencalonan Yusril sebagai caleg DPR. KPU akan melakukan kajian terhadap larangan dalam pencalonan caleg sebagaimana diatur pada pasal 240 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pasalnya, di daerah ada beberapa caleg DPRD yang juga diterima sebagai PNS. Ada juga caleg yang terpilih menjadi kepala desa.
"Maka, kami akan coba kaji dulu. Untuk kasus Pak Yusril kami akan bicarakan dengan Bawaslu," katanya.
Polemik tentang pencalonan Yusril sebagai caleg mengemuka setelah Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari, mengkritisi Ketua Partai Bulan Bintang (PBB) itu. Menurut Hasyim, Yusril seharusnya tidak memenuhi syarat sebagai caleg DPR RI, karena dia masih berpraktik sebagai advokat.
Saat ini, Yusril juga tercatat masih menjadi kuasa hukum Oesman Sapta Odang (OSO) dan kuasa hukum pasangan capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf. Di saat yang sama, Yusril juga tercatat sebagai caleg DPR RI dari dapil DKI Jakarta III, yang meliputi Kepulauan Seribu, Jakarta Utara dan Jakarta Barat.
Dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 , pasal 240 ayat 2 huruf g, tercantum larangan seorang advokat untuk berpraktik jika ingin menjadi caleg. Alasannya, karena bisa menimbulkan konflik kepentingan dengan tugasnya sebagai caleg.
Demikian juga dalam surat pernyataan bagi bakal calon anggota DPD/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kota yang diserahkan saat pendaftaran. Di dalamnya menyebutkan poin serupa, yakni ersedia tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atau melakukan pekerkaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara.
"KPU ingin mengingatkan Bawaslu bahwa UU Pemilu menentukan bahwa caleg DPR harus bersedia tidak berpraktik sebagai pengacara ketika mendaftar sebagai caleg" tegas Hasyim Desember lalu.
Ditemui secara terpisah, anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, mengatakan ada potensi multitafsir dalam pasal 240 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2019. Karena itu, pihaknya akan membicarakan hal ini dengan KPU. "Untuk saat ini belum ada komunikasi dengan KPU. Tapi nanti akan kami bahas soal ini (dengan KPU). Kemungkinan ada multitafsir soal praktik advokat," ujar Bagja.