Senin 31 Dec 2018 17:33 WIB

Polda DIY Periksa 19 Saksi Kasus Pemerkosaan Mahasiswi UGM

Polda DIY menegaskan akan transparan dalam mengusut kasus tersebut.

Ilustrasi pemerkosaan
Foto: www.jeruknipis.com
Ilustrasi pemerkosaan

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta telah memeriksa 19 saksi terkait dengan kasus dugaan pemerkosaan dan pencabulan terhadap mahasiswi Universitas Gadjah Mada saat KKN di Pulau Seram, Maluku pada 2017. Polda DIY menegaskan akan transparan dalam mengusut kasus tersebut.

"Sampai sekarang sudah ada 19 saksi yang sudah diperiksa," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY Komisaris Besar Polisi Hadi Utomo di Mapolda DIY, Senin.

Sebanyak 19 saksi yang telah diperiksa sejak dimulainya penyidikan pada tanggal 10 Desember 2018, mulai dari dosen, teman dekat saksi korban, teman kuliah, termasuk saksi korban sendiri yang berinisial AL, dan saksi terlapor berinisial HS.

Menurut Hadi, penanganan kasus itu ditingkatkan menjadi penyidikan setelah polisi menemukan bukti permulaan yang cukup setelah menerima laporan dari pihak UGM yang disampaikan oleh Arif Nurcahyo pada tanggal 9 Desember 2018.  Laporan perkara itu disampaikan oleh UGM karena terduga korban sendiri tidak berkenan membuat laporan polisi atas dugaan kasus yang menimpanya.

Meski demikian, kata Hadi, karena kasus dugaan pemerkosaan itu, termasuk perkara delik biasa, sehingga siapa pun yang mendengar atau melihat suatu tindak pidana dapat membuat laporan. "Korban memang tidak mau membuat laporan kepada polisi. Sudah kami hubungi, sudah kami sampaikan bahwa Anda adalah korban, Anda membuat laporan polisi, tetapi korban tetap tidak berkenan membuat laporan polisi," kata Hadi.

Karena lokasi terjadinya kasus tersebut ada di Maluku, menurut dia, Polda DIY juga telah mendatangkan penyidik dari Polda Maluku untuk melengkapi penyidikan. "Kami menemukan bukti permulaan yang cukup bahwa peristiwa itu ada, orangnya ada, TKP-nya ada," katanya.

Meski demikian, untuk membuktikan peristiwa itu, termasuk perbuatan pidana atau tidak, penyidik masih akan melakukan pengkajian alat bukti, termasuk untuk menetapkan tersangkanya. "Untuk menetapkan tersangka, masih panjang masih beberapa alat bukti yang perlu kami kumpulkan," katanya.

Hadi memastikan penanganan kasus itu  akan terus berlanjut. Meski kasus itu telah terjadi pada tahun 2017 dan baru dilaporkan pada tahun 2018, menurut dia, tidak menjadi penghalang bagi kepolisian untuk terus melanjutkan kasus itu.

"Kapan pun suatu peristiwa pidana bisa dilakukan penyelidikan. Dalam perkara ini belum kedaluwarsa sehingga masih bisa dilakukan penyelidikan," kata Hadi Utomo.

Selain itu, menurut Hadi, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus itu juga telah dikirim ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY.  "Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan sudah dikirim ke jaksa penuntut umum. Kalau beredar (informasi) bahwa kami mengeluarkan SP3, terlalu dini 'ngomong' SP3," kata Hadi.

Ia menekankan bahwa penyidikan kasus ini transparan. "Kami tahu ini menjadi perhatian publik. Maka, kami hati-hati. Kami akan melakukan (penyidikan) sesuai dengan KUHAP," katanya.

Seperti diwartakan HS diduga melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap rekannya saat KKN di Pulau Seram, Maluku, pada tahun 2017. Korban merupakan seorang mahasiswi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol). Kasus itu mencuat di pertengahan 2018 setelah majalah kampus mengangkat peristiwa tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement