Ahad 30 Dec 2018 00:02 WIB

Terjangan Tsunami Bangunkan Asep dari Tidur Pulasnya

Tsunami terjadi di Selat Sunda pada Sabtu (22/12) malam.

Rep: Bayu Adji Pamungkas/ Red: Andri Saubani
Warga melihat laut dari shelter tsunami Labuan, Pandeglang, Banten, Sabtu (29/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga melihat laut dari shelter tsunami Labuan, Pandeglang, Banten, Sabtu (29/12).

REPUBLIKA.CO.ID, PANDEGLANG -- Asep masih berdiri di bibir pantai, Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, pada Sabtu (29/12). Matanya menerawang jauh ke arah laut, melihat air yang bergelombang cukup besar.

Desa Teluk merupakan salah satu lokasi yang terdampak tsunami pada Sabtu (22/12) malam. Hingga hari ketujuh, puing-puing masih banyak yang berserakan di pinggir jalan. Bangunan-bangunan yang rusak juga belum sempat diperbaiki pemiliknya.

Rumah yang ditinggali Asep bersama keluarganya masih lebih baik nasibnya. Terletak sekitar 200 meter dari bibir pantai, rumah Asep tak sampai rusak. Hanya air tsunami sempat masuk dan merendam barang-barang yang ada di dalamnya.

Malam itu, saat kejadian tsunami, Asep sedang tidur pulas. Suara berisik kakaknya membangunkan Asep dari tidur. "Bangun! Bangun! Lari!" kenang dia.

Ia yang masih setengah sadar tak tahu yang saat terjadi. Tak sempat berpikir lama, Asep langsung keluar rumah. Di depannya, ombak tinggi terlihat, lebih dari empat meter.

Melihat ombak menerjang, ia langsung lari ke arah menjauhi pantai bersama adiknya, Sela, yang masih berusia 13 tahun. Ia pun tak peduli lagi dengan keluarganya yang lain. Di sisinya hanya ada adiknya. Mereka terus berlari mencari tempat yang aman.

"Semua pisah. Emak saya ke sana, saya sama adik saya ke sini," kata anak yang masih duduk di bangku kelas IX Sekolah Menengah Pertama (SMP) itu.

Meski begitu, semua keluarganya lengkap selamat. Ibu, ayah, nenek, kakak, dan adik-adiknya berhasil melarikan diri ke tempat aman. Kini, mereka mengungsi di kantor Kecamatan Labuan, yang berada di tempat yang lebih tinggi.

Setiap siang, ia kembali ke Desa Teluk. Hanya untuk melihat-lihat. Pasalnya, menurut dia, setelah kejadian tsunami, banyak rumah warga yang dijarah. Ia pun khawatir rumahnya ikut terjarah.

Meski begitu, hingga kini keluarganya belum berani untuk kembali menempati rumahnya pada malam hari. Kekhawtiran masih juga menyelimuti dirinya, takut kalau tsunami akan kembali menerjang.

Pandangan Asep masih juga menuju laut. Kini, jarak dirinya dengan laut hanya berselisih sekitar lima meter. Cipratan ombak yang menghantam teluk sesekali datang membasuh, tapi wajahnya tak dihiraukan. Pikirannya masih saja membayangkan peristiwa yang tepat terjadi sepekan silam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement