REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pemberlakuan ganjil-genap roda dua di sejumlah jalan Ibu Kota ditentang oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sebab, wacana pemberlakuan itu tidak sesuai dengan nilai ekonomis pengendara ojek daring di Jakarta yang jumlahnya sudah mencapai ribuan. Sementara itu aturan ganjil genap roda empat masih menunggu keputusan lebih lanjut dengan kajian mendalam.
“Jika motor dikenai aturan ganjil genap, dampak ekonomisnya besar sekali sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan resistensi,” kata Pengamat Tata Kota, Yayat Supriyatna, saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (28/12).
Namun begitu, pemberlakuan aturan ganjil genap yang selama ini hanya diterapkan pada pengendara mobil saja juga akan memicu ketidakadilan serta kecemburuan sosial bagi pengendara roda empat. Alih-alih dapat mengurangi kepadatan lalu lintas, para pengendara roda empat dikhawatirkan justru beralih menjadi pengendara roda dua.
Yayat menuturkan, kondisi tersebut dinilai dilematis sehingga pemberlakuan aturan ganjil genap bagi kendaraan roda dua harus diterapkan. Menurut dia, umumnya kendaraan roda dua sudah beralih fungsi sebagai kendaraan komersil sehingga pemberlakuan aturan ganjil genap harus melalui kajian yang terukur. Kajian perihal aturan ganjil-genap roda dua harus memuat pilihan alternatif jam operasional jalur yang boleh digunakan oleh pengendara roda dua.
“Misalnya, pemberlakuan aturan itu di luar jam sibuk. Misalnya mulai jam 09.00 pagi hingga jam 15.00 sore. Atau jika lebih terukurnya lagi, ada pemberlakuan warna plat motor bagi pengendara ojek daring,” kata Yayat.
Namun, menurut dia, pemberlakuan warna plat kendaraan roda dua harus melewati kajian perundang-undangan yang disusun terlebih dahulu karena peraturan itu belum pernah ada sebelumnya. Terlebih, status angkutan ojek daring hingga saat ini masih dipertanyakan kejelasannya, apakah merupakan bagian dari jasa transportasi ataukah jasa informasi teknologi.
Jika pemberlakuan aturan ganjil genap kendaraan roda dua terlaksana secara keseluruhan dengan mempertimbangkan kajian menyeluruh, hal itu sedikit banyak akan berimbas pada pengurangan kepadatan di sejumlah jalur-jalur krusial di Ibukota.
Sementara itu Anggota Komisi II DPRD DKI Jakarta, Ida Mahmudah, menilai, pemberlakuan ganjil genap kepada kendaraan baik roda dua maupun roda empat harus dibarengi dengan pembenahan transportasi umum yang ada. Selama sistem transportasi umum belum terlaksana dengan baik, pemberlakuan ganjil genap kendaraan hanya akan menimbulkan permasalahan baru.
“Karena efek ganjil genap sudah cukup terasa, kemacetan cukup mulai terurai,” kata Ida.
Namun begitu, pemberlakuan aturan tersebut harus mempertimbangkan keuntungan sisi pemilik dan pengendara kendaraan. Ia mencontohkan, aturan untuk pengendara roda empat harus mempertimbangkan pembayaran Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang diberlakukan setiap tahunnya.
Jika pemberlakuan ganjil genap dilakukan, Ida mempertanyakan apakah terdapat keringanan-keringanan yang diberlakukan atau tidak mengingat terdapat pelarangan di hari-hari tertentu. Ida menyebut, kajian-kajian tersebut harus dipikirkan matang-matang oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan juga Dinas Perhubungan.
Sementara untuk aturan pemberlakuan ganjil genap untuk roda dua, Ida mengusulkan agar Pemprov menyiapkan daya tampung transportasi umum yang memadai. Menurut dia, pemberlakuan aturan terhadap angkutan roda dua belum sepenuhnya dapat diterapkan karena kendaraan roda dua merupakan kebutuhan mayoritas warga Jakarta.
“Kalau diberlakukan ganjil genap, warga bisa saja mengakalinya dengan membeli motor baru dengan plat yang saling berbeda. Jadi nanti akan berpotensi menambah volume kendaraan yang ada,” kata dia.
Terlebih, lanjutnya, kendaraan roda dua saat ini sudah banyak digunakan oleh pengendara ojek daring yang mana menggantungkan pencaharian di sektor tersebut.