REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tahun 2019, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) bakal terus menggenjot pelatihan vokasi. Hal ini seiring dengan instruksi dari Presiden Joko Widodo untuk melakukan revitalisasi secara besar-besar pada pendidikan vokasi.
Menaker Hanif Dhakiri menyampaikan, di era revolusi industri 4.0 dan teknologi digital persaingan bisnis dan pembangunan yang semula banyak bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam, bergeser menjadi penguasaan teknologi. Karena itu, investasi sumber daya manusia (SDM) menjadi sangat penting.
“Dari sisi ketenagakerjaan, Indonesia dihadapkan pada SDM angkatan kerja yang 58,76 persen adalah lulusan SD dan SMP, serta problem mismatch mencapai 60 persen. Jadi memang perlu ada intervensi dalam pembangunan SDM agar kompetensi angkatan kerja Indonesia mampu bersaing,” jelas Hanif dalam konferensi pers akhir tahun 2018 Kemenaker di Jakarta, Jumat (28/12).
(Baca: Vokasi Jadi Fokus Pendidikan Indonesia)
Hanif menerangkan, terkait dengan pelatihan vokasi selama ini Kemenaker telah melakukan beberapa terobosan. Yakni masifikasi pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK), pemagangan terstruktur serta sertifikasi uji kompetensi.
Masifikasi pelatihan di BLK dilakukan dengan memberikan triple skilling yaitu keterampilan atau skilling untuk angkatan kerja yang ingin mendapatkan keterampilan. Lalu peningkatan keterampilan atau upskilling untuk pekerja yang ingin meningkatkan keterampilan, dan keterampilan ulang atau reskilling untuk pekerja yang ingin mendapatkan keterampilan baru.
“Dan secara kumulatif dari tahun 2015 hingga Oktober 2018 peserta pelatihan BLK mencapai 383.132 orang," ungkap Hanif.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemenaker Khairul Anwar menambahkan, prioritaskan pembangunan SDM juga dalam rangka menyelematkan bonus demografi yang akan dialami oleh Indonesia pada tahun 2025 hingga 2030. Sehingga masifikasi pelatihan vokasi saat ini menjadi sangat urgen.
“Intinya kami harus mulai siapkan masifikasi pelatihan vokasi anak-anak pekerja yang kelak menjadi angkatan kerna saat puncak bonus demografi,” jelas Khairul.