REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, pemerintah masih menghitung nilai kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana tsunami Selat Sunda. Meski belum bisa memastikan besar kerugian, namun kerugian secara ekonomi tsunami Selat Sunda lebih kecil dibanding di NTB dan Sulawesi Tengah (Sulteng).
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengaku, pihaknya belum mendapatkan data estimasi nilai kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan akibat tsunami di sekitar Selat Sunda yaitu Provinsi Banten dan Lampung.
"Belum, masih pendataan karena kerugian dan kerusakan ekonomi itu dihitung berdasarkan data," katanya saat ditemui usai konferensi pers update H+4 Tsunami Banten, di Jakarta, Rabu (26/12).
Kendati demikian, ia menambahkan, kerusakannya tidak terlalu besar jika dibandingkan gempa yang mengguncang Nusa Tenggara Barat (NTB) dan gempa, tsunami, maupun likuefaksi yang terjadi di Sulawesi Tengah (Sulteng) beberapa waktu lalu. Ini terlihat dari jumlah rumah rusak juga tidak terlalu banyak. Kemudian, dia menambahkan, jumlah infrastruktur rusak juga tidak sebanyak di dua provinsi NTB dan Sulteng.
"Jadi kerugian ekonominya tidak terlalu besar," katanya.
Sebelumnya Pada Sabtu (22/12) malam lalu terjadi tsunami yang disebabkan longsoran akibat tremor terus menerus Gunung Anak Krakatau. BNPB merilis kerusakan yang terjadi di Banten dan Lampung sebanyak 924 unit rumah rusak, 73 penginapan mengalami kerusakan, 60 warung dan toko rusak, 434 perahu dan kapal rusak, 24 kendaraan roda empat rusak per Rabu (26/12). Selain itu 41 kendaraan roda dua dan beberapa tempat publik juga rusak seperti pelabuhan, dermaga, shelter.