REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan, sepanjang tahun 2018, KPK melalui unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Sitaan (Labuksi) berusaha untuk mengoptimalkan pemulihan aset (asset recovery) dari perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Selain melakukan lelang bersama Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), eksekusi barang rampasan juga dilakukan dengan pemanfaatan status penggunaan(PSP) dan hibah.
Menurut Saut, pola eksekusi ini digunakan karena mendesaknya kebutuhan pemerintah pusat atau pemerintah saerah terhadap barang rampasan negara baik barang rampasan negara yang bergerak maupun tidak bergerak untuk kegiatan pemerintahan.
"Tahun 2018 ini KPK telah menghibahkan sejumlah barang rampasan senilai total Rp 96,9 miliar," kata Saut di Gedung KPK Jakarta, Rabu (19/12).
Barang rampasan yang dihibahkan antara lain berupa sembilan bidang tanah senilai Rp 61 miliar di Jakarta Timur kepada KPK yang rencananya akan dimanfaatkan bersama dengan kementerian atau lembaga dan penegak hukum sebagai tempat penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan; satu bidang tanah di Kelurahan Mlajah Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan seluas 18.466 meter persegi senilai Rp16,5 miliar kepada Kementerian ATR untuk dimanfaatkan bagi pembangunan kantor BPN Jawa Timur; dan sejumlah kendaraan untuk operasional Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan juga Bareskrim Mabes Polri.
Saut mengatakan, bila dilihat dari jenis perkara, tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi adalah penyuapan dengan 152 perkara, diikuti pengadaan barang atau jasa sebanyak 17 perkara, serta TPPU sebanyak 6 perkara.
Sementara, data penanganan perkara berdasarkan tingkat jabatan, mengungkapkan ada 91 perkara yang melibatkan anggota DPR/DPRD dan 50 perkara melibatkan swasta serta 28 perkara melibatkan kepala daerah yakni 29 kepala daerah aktif dan 2 mantan kepala daerah.
Selain itu, terdapat 20 perkara lainnya yang melibatkan pejabat eselon I hingga IV.
Di antara kasus-kasus yang ditangani tersebut, terdapat 28 kasus yang merupakan hasil tangkap tangan. Belum termasuk tangkap tangan pejabat Kemenpora.
Pada kegiatan Koordinasi dan Supervisi Bidang Penindakan, KPK telah melakukan koordinasi sebanyak 310 penanganan perkara dari 85 perkara yang ditargetkan pada 2018. Sementara supervisi dilakukan terhadap 256 perkara dari 200 perkara yang ditargetkan. Dalam kegiatan ini, KPK berupaya mendorong penanganan perkara oleh penegak hukum lainnya dengan menjembatani perbedaan persepsi dan kendala lainnya melalui gelar perkara bersama, memfasilitasi ahli termasuk di dalamnya terkait perhitungan kerugian negara.
"Yang regular dilakukan, KPK juga selalu berupaya meningkatkan kapasitas dalam penanganan perkara dengan menggelar Pelatihan Bersama Aparat Penegak Hukum yang pada tahun 2018 digelar di Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah dan Lampung;" tutur Saut.