REPUBLIKA.CO.ID, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkap percakapan Whatsaap (WA) soal peran Direktur Utama PLN Sofyan Basir untuk meloloskan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1). Hasil sadapan percakapan itu dibuka di sidang terdakwa Eni Maulani Saragih di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/12)
Percakapan itu terjadi pada 23 Februari 2018 antara anggota Komisi VII DPR non-aktif dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo.
Eni: SB bilang Bu Eni dapatnya harus yang the best ya.., karena di sini Bu Eni yang fight saya bilang aman.. yang fight kita bertigalah.. Pak SB juga fight, Pak kotjo.
Kotjo: Hahaha iya ibu, kita semua.
Eni: SB sangat mengerti hitung-hitungan, besok-besok katanya jangan di-print-print, langsung saja, biar cepat, gak bolak-balik hahaha.
Kotjo: Besok-besok lebih cepat karena sudah tahu maunya PLN.
Eni: Thema baru harus langsung aja biar cepat.
Kotjo: Beres.
Eni: SB: anak-anaknya saya diperhatikan juga ya biar mereka happy.
Terhadap percakapan itu, Kotjo yang menjadi saksi dalam sidang mengatakan bahwa Sofyan Basir tidak pernah meminta apa-apa darinya. "Seingat saya Pak Sofyan tidak pernah minta apa-apa dan seingat saya juga terdakwa tidak pernah minta apa-apa ke saya," kata Kotjo.
"Uang Rp 4,75 miliar itu bagaimana?" tanya JPU KPK Ronald Worotikan.
"Itu untuk Munas Golkar dan pilkada suaminya ibu Eni," jawab Kotjo.
"Dalam BAP nomor sembilan terkait percakapan WA saksi mengatakan dalam pertemuan ada Idrus Marham meminta agar membantu Munaslub Partai Golkar, Idrus minta berapa?" tanya jaksa Ronald.
"Dia tidak sebut jumlahnya, tapi saya kasih ke terdakwa Rp 2 miliar dan untuk selamatan karena kemenangan butuh Rp 500 juta," jawab Kotjo.
"Apakah campur tangan Idrus Marham untuk pemberian Rp 2 miliar yang kedua?" tanya jaksa Ronald.
"WA (whatsaap) terkdawa hanya untuk menggerakkan mesin partai, Pak Idrus saat itu belum muncul. Terdakwa pernah mengatakan ke saya nanti diperhitungankan, tapi tidak ada berkata yang lain dan saya juga tidak menjawab sama sekali," jawab Kotjo.
JPU KPK pun akhirnya menampilkan percakapan WA pada 27 Juni 2018 antara Eni dan Kotjo.
Eni: Menang telak di Temanggung.
Kotjo: Alhamdullah amin ya selamat ibu nggak sia-sia perjuangan.
Eni: Alhamdulilah. Gimana huangdian. Amaaaan??
Kotjo: Insyaallah aman.
Eni: Sipp. Bisa bayar utang, hehehe.
Kotjo: Insya Allah
"Akhir pembicaraan terdakwa saya dengan tidak pernah membicarakan (fee), tapi saya cuma kasih wawansan ke beliau (Eni) di kantor PLN kalau saya dapat fee 2,5 persen dan beliau juga tidak tahu dikasih berapa. Kalau soal bayar utang di percakapan itu karena beliau mau utang ke bank dengan jaminan rumah ya mungkin itu menganggap Rp 4,75 miliar utang ke saya," ungkap Kotjo
Dalam persidangan kemarin, Kotjo juga mengakui peran Eni sebagai penghubung dengan Sofyan Basir. Menurut Kotjo, Eni mampu memfasilitasi pertemuan-pertemuan antara dirinya dan jajaran direksi PLN.
"Kalau saya ke Dirut PLN akan lama sekali diterimanya tapi dengan terdakwa bisa jauh lebih cepat," kata Kotjo.
Sebelum menggunakan 'jasa' Eni, Kotjo lebih dulu meminta bantuan kepada mantan ketua DPR Setya Novanto (Setnov) yang ia sudah kenal lebih dari 30 tahun. Namun, setelah Setya Novanto ditahan KPK dalam kasus KTP-El, Eni Maulani selanjutnya melaporkan perkembangan proyek PLTU MT Riau-1 kepada Idrus Marham agar Eni tetap diperhatikan Kotjo karena Idrus merupakan Plt Ketua Umum Golkar saat itu.
"Setelah mereka yakin bahwa saya memang bisa berhubungan dengan PLN dengan baik, lalu kita bicara soal fee, dasarnya 2,5 persen dari nilai proyek dengan term pembayaran adalah 60 hari setelah ditandatangani power puchase agreement (PPA) sebesar 30 pesen, setelah financial closing sebesar 60 persen, dan 10 persen setelah sealed," ungkap Kotjo.
Proyek pun akhirnya jatuh ke PT Samataka Batubara, yang adalah anak perusahaan BNR. BNR memiliki 99 persen saham PT Samantaka, sedangkan Kotjo adalah pemegang saham PT BNR.
Proyek yang dimaksud adalah Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT Riau-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.
Dalam perkara ini, Eni didakwa menerima suap senilai Rp 4,75 miliar dari Johanes Budisutrisno Kotjo. Eni juga didakwa menerima gratifikasi sejumlah Rp 5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 410 juta) dari pengusaha yang bergerak di bidang energi dan tambang.
Baca juga
- KPK Akui Ada Penyelidikan Baru Kasus Suap PLTU Riau-1
- Sidang Ungkap Penunjukan Langsung PLN di Proyek PLTU Riau-1
- Eni Didakwa Terima Suap-Gratifikasi dari Pengusaha Tambang
Uang halal
Eni Maulani Saragih menyatakan, bahwa fee yang ia terima dari Kotjo adalah uang halal. Karena, menurutnya, yang ia terima adalah fee untuk agen.
"Tentang fee 2,5 persen memang dari CHEC (China Huadian Engineering Company). Memang selalu disampaikan Pak Kotjo kalau fee itu halal, legal, karena Pak Kotjo mendaftarkannya dengan pajak. Saya membantu karena saya yakin tak menyalahi aturan," kata Eni di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa.
"Saya mengakui memang pemberian bantuan Pak Kotjo empat kali ada Rp 4 miliaran. Tapi pemberian itu tak terkait PLTU. Semua pemberian itu ada tanda terimanya. Jadi saya tak sembunyi-sembunyi karena saya tidak menganggap itu suap. Saya mengakui salah menerima pemberian dan saya sudah mengembalikan," ungkap Eni, menambahkan.
Fee tersebut adalah imbalan dari pengurusan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Kotjo pada sekitar 2015 mengetahui rencana pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau 1 sehingga ia mencari investor dan didapatlah CHEC Ltd dengan kesepakatan bila proyek berjalan maka Kotjo akan mendapat fee sebesar 2,5 persen atau sekitar 25 juta dolar AS dari perkiraan nilai proyek 900 juta dolar AS.Dari jumlah tersebut, Eni diduga juga akan mendapat bagian 3,5 persen atau sekitar 875 ribu dolar AS.
[video] Sofyan Basir akan Hormati Proses Hukum