REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memiliki potensi yang besar. Namun, ada kendala yang menyebabkan pariwisata DIY yang dianggap belum maksimal, baik dari segi pengembangan dan promosinya.
Ketua Tim Ahli Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Phil Janianton Damanik mengatakan, DIY masih menjadi secondary destination. Artinya, DIY merupakan destinasi yang dikunjungi setelah primary destination, contohnya Bali.
"Misalnya orang dari Prancis, tidak langsung datang ke Yogya. Mereka ke Bali dulu, baru ke Yogya, atau ke Jakarta dulu baru ke Yogya," kata Damanik kepada Republika.co.id, Senin (17/12).
Ia mengatakan, hal ini disebabkan salah satunya karena belum adanya penerbangan internasional menuju DIY. Sehingga, dengan dioperasikannya New Yogyakarta International Airport (NYIA) nanti, dapat meningkatkan pariwisata DIY.
"Jadi kita menunggu saja, jika nanti ada penerbangan langsung ke Yogya, mungkin ada efeknya. Tapi kalau masih tumpahan dari primary destination, tidak bisa banyak kita dapat," tambahnya.
Selain itu, pemerintah juga harus membuat kebijakan akan akses penerbangan internasional ini. Menurut Damanik, hal itu tentunya merupakan kewenagan dari pemerintah pusat, bukan Pemprov DIY.
"Pemerintah pusat juga membuka kebijakan ruang terbuka kepada penerbangan asing supaya masuk secara bebas kepada kita. Seberapa terbuka mereka membuat penerbangan internasional, dan itu akan berpengaruh," kata Damanik.