Ahad 16 Dec 2018 18:06 WIB

Masa Tunggu Pengaruhi Usia Rataan Jamaah Haji

Salah satu kriteria untuk dibolehkan berangkat haji tidak lain mampu secara fisik.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Jamaah haji kloter terakhir dari Embarkasi Solo tiba di Asrama Haji Donohudan Kabupaten Boyolali, Rabu (26/9).
Foto: Republika/Binti Sholikah
Jamaah haji kloter terakhir dari Embarkasi Solo tiba di Asrama Haji Donohudan Kabupaten Boyolali, Rabu (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Indonesia merupakan salah satu negara berpopulasi penduduk Muslim terbesar di dunia. Karenanya, setiap tahunnya, banyak masyarakat yang ingin melaksanakan ibadah haji.

Kementerian Agama (Kemenag) tentu miliki kewajiban menghadirkan pelayanan agar jamaah dapat melaksanakan ibadah dengan baik. Salah satunya, dengan memberikan pendampingan kesehatan dalam proses berhaji.

Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Kulonprogo, DIY, Nurudin mengatakan, terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi jamaah haji. Sebab, selain dilakukan dengan kesadaran spiritual, haji melibatkan aktivitas fisik yang cukup berat.

Ia menilai, salah satu penyebab masalah di Indonesia merupakan masa tunggu yang cukup lama. Saat ini, Nurudin mengungkapkan, antrean untuk jamaah haji sudah mencapai 20 tahun, itupun bagi yang sudah mendaftar.

Penyebab masa tunggu yang lama di antaranya karena haji memang hanya bisa dilakukan pada waktu tertentu. Karenanya, bisa dipahami tingginya gelombang umat Islam yang berebut untuk bisa melaksanakan ibadah tersebut.

Selain itu, ia merasa itu terjadi karena banyak jamaah yang sudah berhaji ingin kembali ke Tanah Suci. Akibatnya, banyak jamaah yang akan berangkat ke Makkah sudah berumur cukup tua.

"Ini yang menjadi perhatian utama kita karena banyak sekali jamaah yang akan berangkat sudah lanjut usia," kata Nurudin, saat mengisi 5th Annual Scientific Forum di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Untuk itu, salah satu kriteria untuk dibolehkan berangkat haji tidak lain mampu secara fisik. Demi mendukung itu, pemerintah melaksanakan program Tim Pemandu Haji Indonesia (TPHI).

Tim itulah yang termasuk petugas kesehatan yang akan membantu mereka selama proses ibadah haji. Namun, jumlah petugas kesehatan yang mendampingi hanya sedikit dibandingkan jumah jamaah haji.

"Untuk DIY misalnya, lima petugas kesehatan untuk melayani 355 jamaah haji, petugas itu akan membantu jamaah yang memiliki kebutuhan khusus atau bila terjadi kejadian darurat," ujar Nurudin.

Dosen Magister Keperawatan UMY, Kusbaryanto menilai, situasi itu membuat tenaga medis berkompeten sangat diperlukan. Sebab, mereka yang tergabung di TPHI akan bekerja untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada jamaah haji.

Sejak sebelum berangkat, selama proses haji berlangsung, sampai melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Kementerian Kesehatan. Mengingat sebagian besar jamaah orang tua, dokter dan perawat harus mampu mengatasi banyak kondisi.

Mulai ISPA, asteni, hingga penyakit jantung. Termasuk, lanjut Kusbaryanto, masalah psikologis seperti saat jamaah terlalu banyak memikirkan keluarga di Tanah Air yang tentu mengakibatkan stress.

Untuk itu, ia menyarankan, petugsa kesehatan tidak cuma wajib berkompeten, tapi harus mampu menjaga diri. Sebab, tugasnya melayani jamaah haji, sehingga mereka harus bisa menjaga dirinya sendiri terlebih dulu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement