REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Rizkyan Adhitya
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tidak menjadi beban elektabiltas bagi calon pasangan Jokowi-Ma'ruf pada Pemilu 2019. Ketua Umum DPP PPP M Romahurmuziy mengungkapkan, saran itu terkait dengan positioning PSI sebagai partai penolak poligami.
"Saya mengimbau rekan-rekan di PSI untuk tidak justru menjadikan dirinya sebagai liabilities atau beban sehubungan dengan positioning strategi yang mereka lakukan," kata Romahurmuziy di Jakarta, Sabtu (15/12).
Rommy mengungkapkan, poligami diyakini umat Islam dan dimuat dalam kitab suci. Dia melanjutkan, strategi yang dilakukan PSI dikhawatirkan akan melabelkan Jokowi sebagai calon yang anti-Islam.
Lebih jauh, Rommy mengatakan, pernyataan-pernyataan yang disampaikan PSI saat ini sebagai salah satu pendukung Jokowi justru menjadi beban. Rommy pun meminta PSI beserta kadernya tidak lagi melontarkan pernyataan tersebut.
"Saya mengingatkan agar rekan-rekan pimpinan parpol bisa mengendalikan kader-kadernya dalam mengeluarkan pernyataan agar tidak menyinggung agama atau suku mana pun," kata Rommy lagi.
Anggota Dewan Penasihat Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf itu mengungkapkan, evaluasi dalam internal koalisi bersifat terbuka untuk dilakukan. Menurut dia, koalisi masih dalam satu napas pemenangan pilpres.
"Saya kira, kalau evaluasi, kita terbuka karena tidak semua dari kita melangkah dalam proses pemenangan ini on the track," kata Rommy
Sebaliknya, PSI meminta PPP tidak menyudutkan mereka terkait sikap berpoligami. Partai yang diketuai Grace Natalie itu meminta agar sikap politik mereka tidak dibenturkan dengan Jokowi.
"Pernyataan tersebut tidak mencerminkan etika koalisi yang baik," kata Juru Bicara PSI Guntur Romli di Jakarta, Sabtu (15/12).
Guntur menjelaskan, penolakan PSI terhadap poligami merupakan sikap partai. Dia melanjutkan, larangan itu berlaku untuk internal PSI dan usulan kalau mereka lolos ke parlemen melalui kebijakan larangan poligami bagi pejabat publik dan aparatur sipil negara (ASN).
Terkait aturan internal larangan poligami, PSI punya hak untuk membuat aturan yang mengikat bagi pengurus dan kader. Dia mengatakan, kebijakan internal itu tidak bisa dikomentari oleh partai politik lain.
Guntur mengungkapkan, sikap PSI yang menolak poligami berdasarkan suara-suara dari kalangan perempuan, khususnya organisasi dan ormas perempuan. Penolakan, dia katakan, mulai dari LBH Apik, Komnas Perempuan, Puan Amal Hayati, Rahima, Koalisi Perempuan Indonesia, dan ormas-ormas perempuan yang terafiliasi dengan ormas keagamaan di Indonesia.
Guntur mengatakan, penolakan juga dilakukan mengingat banyaknya penelitian dan bukti dari pengadilan bahwa poligami adalah salah satu penyebab perceraian, anak dan keluarga telantar, serta keluarga yang tidak harmonis. Sementara, dia mengatakan, terkait pro dan kontra hukum agama, PSI membuka ruang untuk terus berdialog.
"Terkait poligami, PSI mendudukkannya lebih ke masalah sosial, keluarga, perlindungan perempuan, ibu, dan anak, bukan ke soal perdebatan agama," kata dia.
Dalam kaidah agama, PSI tak menolak untuk membuka ruang diskusi. "Terkait pro dan kontra hukum agama, PSI membuka ruang untuk terus berdialog," jelas Guntur.
(ed: a syalaby ichsan)