Sabtu 15 Dec 2018 01:34 WIB

Program Amnesty Saudi Pulangkan Ribuan WNI

Pemerintah Saudi memulangkan 5.000-6.000 WNI yang menggunakan visa umrah untuk kerja.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Gita Amanda
Massa menuntut Pemerintah Indonesia peduli dengan nasib TKI di Arab Saudi. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty la'lang
Massa menuntut Pemerintah Indonesia peduli dengan nasib TKI di Arab Saudi. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mengungkapkan Pemerintah Saudi memulangkan 5.000 dan 6.000 warga negara Indonesia (WNI) yang menggunakan visa umrah. Program amnesty Pemerintah Saudi itu dilakukan pada 2016 dan 2017 terhadap WNI yang bekerja menggunakan visa umrah.

“Ini data program amnesty Pemerintah Saudi memulangkan 5.000 WNI pada 2016 dan 6.000 WNI pada 2017,” kata Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie di Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat (14/12).

Selain itu, berdasarkan data Ditjen Imigrasi, KJRI Jeddah menerbitkan ribuan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi pemegang visa umrah. Perinciannya, pada 2015 menerbitkan 682 SPLP (682 ex-tarhil sumayshi atau rumah detensi), pada 2016 menerbitkan 2.999 SPLP (2.974 ex-tarhil sumayshi dan 25 penjara/bremen), pada 2017 menerbitkan 1.845 SPLP (1.836 ex-tarhil sumayshi dan sembilan penjara/bremen), dan pada 2018 menerbitkan 2.961 SPLP (2.953 ex-tarhil sumayshi dan delapan penjara/bremen).

Terkait program amnesty Pemerintah Saudi, Ronny mengatakan Ditjen Imigrasi tidak memiliki data ihwal berapa lama WNI pemegang visa umrah itu berada di Saudi. Dia menyebut, data itu ada di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). “(Program amnesty) ditangkap sama Kerajaaan, kemudian dideportasikan,” ujar dia.

Sementara pada 2018, Pemerintah Saudi belum memberikan program amnesty memulangkan WNI pemegang visa umrah yang bekerja. Dia mendorong setiap biro perjalanan umrah maupun ziarah benar-benar mengawasi kegiatan WNI itu di Saudi. Dengan demikian, Ditjen Imigrasi mudah memberikan paspor.

“Kita minta rekomendasi benar-benar (bahwa calon jamaah itu akan ibadah). Karena kita takut dia melaksanakan umrah sebagai modus operandi untuk bekerja,” kata Ronny.

Terkait adanya jamaah umrah yang tak kembali, Ronny mengatakan berdasarkan pengakuan biro perjalanan, mereka juga tak berdaya mencari jamaah yang tak kembali itu. Bisanya, biro perjalanan langsung melapor ke Konjen KJRI Jeddah agar berkoordinasi dengan pihak terkait Kerajaan.

“Misalnya kurang lima (dari jumlah yang berangkat). Kita tanya lagi ke atase kita di sana, cek nama-nama yang tak pulang, bisa dicari atau tidak,” ujar dia.

Berdasarkan data Imigrasi di Saudi, Kedubes Saudi di Indonesia mengeluarkan 755 ribu visa umrah pada 2015, 850 ribu visa umrah pada 2016, dan 1.005.806 visa umrah pada 2017. Sementara data 2018, belum final karena musim umrah masih berlangung.

Dari jumlah tersebut, Ditjen Imigrasi tidak memiliki data persentase jamaah umrah yang overstay. Menurut dia, seharusnya data tersebut ada di Kementerian Agama (Kemenag).

Sebab, berdasarkan PMA (Peraturan Menteri Agama) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag mewajibkan biro perjalanan melaporkan jumlah kedatangan dan kepulangan jamaah umrah.

“(5.000 dan 6.000 WNI) itu data hasil operasi Kerajaan. Visa umrah itu ada waktunya. Kalau 30 hari tak kembali, dia overstay. Yang ditangkap, mereka bekerja di Saudi,” kata Ronny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement