REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham mencatatkan kedatangan warga negara asing (WNA) sebanyak 5.086.765 orang sepanjang Januari-Juni 2024. Jumlah ini meningkat sebanyak 7,28% dibandingkan periode yang sama di tahun 2023 dimana terdapat 4.741.343 WNA masuk ke Indonesia.
"Dari seluruh WNA yang masuk ke Indonesia pada semester satu tahun 2024, sebanyak
68% di antaranya atau sejumlah 3.470.954 orang menggunakan visa on arrival (VoA)
serta visa kunjungan," kata Dirjen Imigrasi, Silmy Karim pada Senin (15/7/2024).
Bandara Internasional Soekarno Hatta - Banten, Bandara Internasional Ngurah Rai - Bali dan Bandara Internasional Yogyakarta - DIY menjadi tiga bandara yang paling banyak dilewati pelintas mancanegara. Sementara itu, tiga pelabuhan internasional dengan volume perlintasan terbesar terletak di Provinsi Kepulauan Riau, yakni Ferry Terminal Batam Center, Pelabuhan Citra Tritunas Batam, dan Pelabuhan Tanjung Balai Karimun.
"Digitalisasi layanan yang kami terapkan cukup efektif dengan pengajuan visa secara online melalui evisa.imigrasi.go.id dimana penggunanya terkoneksi dengan autogate di bandara-bandara besar," ujar Silmy.
Silmy menjelaskan hal ini merupakan implementasi pelaksanaan fungsi fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat untuk mendukung ekosistem ease of doing business dalam bidang perizinan keimigrasian.
"Layanan visa menjadi pionir pelayanan publik di Indonesia dalam memfasilitasi pembayaran penerimaan negara secara online langsung dari luar negeri menggunakan kartu kredit," ujar Silmy.
Silmy juga menyebut Ditjen Imigrasi fokus pada peningkatan layanan publik berbasis digital. Termasuk juga disiapkan infrastruktur di perlintasan dan pengintegrasian sistem dengan database imigrasi.
"Kami inginkan seamless experience, pengalaman layanan Imigrasi yang mudah dan cepat yang bisa dirasakan WNA yang akan datang ke Indonesia, tentunya tanpa mengabaikan unsur selective policy," ucap Silmy.
Opsi Aturan Keimigrasian
Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemennkumham) RI menyiapkan opsi aturan keimigrasian untuk mengakomodasi wacana pemerintah menerapkan family office.
Ketua Tim Alih Status Izin Tinggal Keimigrasian Direktorat Izin Tinggal Keimigrasian Tessar Bayu Setyaji mengatakan, instrumen regulasi khusus family office memang belum ada, tetapi pihak imigrasi untuk sementara akan menyamakan dengan regulasi visa maupun izin tinggal.
“Sementara memang belum ada instrumennya, kerangkanya akan kita samakan dengan bagaimana orang itu melakukan investasi dengan nilai-nilai tertentu,” ujar Tessar saat taklimat pers (press briefing) di Kantor Ditjen Imigrasi, Jakarta, Selasa.
Menurut Tessar, setidaknya ada empat opsi skema yang bisa dilakukan berkaitan dengan family office. Pertama, Izin Tinggal Terbatas Penanaman Modal Asing (ITAS PMA).
Dia menjelaskan, orang yang ingin mendapatkan ITAS PMA harus secara faktual menanamkan sahamnya di dalam korporasi atau family office-nya tersebut.
“Memegang ITAS PMA dia harus minimal memiliki nilai saham yang ditempatkan itu Rp10 miliar,” ucap Tessar.
Jika seseorang tersebut memiliki perizinan korporasi yang berada di wilayah Indonesia, berkedudukan sebagai pimpinan perusahaan, tetapi sahamnya tidak senilai Rp10 miliar, maka masuk ke dalam kategori Tenaga Kerja Asing (TKA).
“Nah pada saat yang sama, kalau dia masuk kategori TKA, dia harus memiliki RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing),” ujar Tessar.
Selain ITAS PMA dan TKA, opsi skema lainnya yang dinilai cocok dengan family office ialah Golden Visa.
“Dia harus memiliki bukti perusahaan di luar wilayah Indonesia yang harus teraudit laporan keuangannya oleh kantor angkutan publik bertaraf internasional, dia harus berkomitmen mendirikan perusahaan di sini senilai 5 juta dolar AS untuk 5 tahun atau 10 juta dolar AS untuk 10 tahun,” jelasnya.
Terakhir, jika entitas atau korporasi berada di wilayah Indonesia, kemudian berkegiatan secara jarak jauh dan daring di Indonesia, maka dapat memanfaatkan ITAS Remote Worker.
Dijelaskan Tessar, pemegang ITAS Remote Worker harus membuktikan bahwa dia memiliki atau melakukan kontrak kerja yang jelas dengan perusahaan yang berada di luar wilayah Indonesia.
“Itu ada empat pilihan karena praktis kita belum ada wadah bagaimana family office itu kita berikan satu instrumen secara khusus, baik visa maupun izin tinggal ini,” ucapnya.
Diketahui, Pemerintah Indonesia memproyeksikan investasi dari pengelolaan dana berbasis keluarga atau family office yang bisa ditarik ke Indonesia mencapai 500 miliar dolar AS dalam beberapa tahun ke depan.
Presiden Joko Widodo menginstruksikan pembentukan tim khusus yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengkaji skema investasi family office ini di Indonesia.