REPUBLIKA.CO.ID, PADANG — Komisioner Bawaslu Sumatea Barat Fifner mengatakan provinsi itu berada di peringkat ketiga nasional sebagai daerah yang rawan pemilu. Hal tersebut berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Bawaslu.
"Hasil ini merupakan hasil yang didapatkan Bawaslu melalui indeks kerawanan pemilu. Namun, ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan," kata dia di Padang, Selasa (11/12).
Ia mengatakan tingginya angka kerawanan pemilu di Sumatra Barat bukanlah tingkat kerawanan adu fisik, kerusuhan akibat pemilu atau semacamnya. Namun, hal yang menjadi persoalan adalah jumlah daftar pemilih tetap yang tidak kunjung valid.
Fifner menyebutkan indeks kerawanan pemilu ini dapat dijadikan alat deteksi dini bagi Bawaslu untuk terus meningkatkan pengawasan pelanggaran pemilu di Sumatera Barat. Dengan indeks tersebut, Bawaslu memiliki catatan-catatan penting untuk melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran pemilu salah satunya jumlah daftar pemilih yang belum pasti.
Menurut dia, salah satu yang menjadi penyebab adalah banyaknya warga Sumbar yang pergi merantau sehingga jumlahnya daftar pemilih masih belum sesuai. Bahkan dalam masa perbaikan yang kedua, ada sekitar 170 ribu orang yang belum terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu 2019.
“Kami terus mendorong KPU melakukan perbaikan dan memastikan semua warga Sumbar yang telah memenuhi syarat terjamin hak pilihnya,” katanya.
Menurut dia, data 170 ribu tersebut didapatkan setelah Kemendagri melakukan pencocokan data dengan KPU Sumbar dan muncul angka tersebut. "Angka 170 ribu itu besar dan mampu mengantarkan dua caleg ke DPR RI, untuk itu kita terus mendorong KPU terus melakukan perbaikan jumlah daftar pemilih," katanya.
Ia mengatakan KPU Sumbar berencana melakukan rapat pleno penetapan daftar pemilih tetap hasil perbaikan lanjutan untuk menetapkan jumlah daftar pemilih. “Kami bersama tim terus mengawasi di lapangan terkait pencatatan jumlah daftar pemilih," kata dia.