Senin 10 Dec 2018 14:01 WIB

Mengejar Target Wisata Halal Indonesia

Pariwisata diproyeksikan menjadi penopang kemajuan ekonomi Indonesia.

   Pesona keindahan alam di Raja Ampat.
Foto: Republika/Teguh Firmansyah
Pesona keindahan alam di Raja Ampat.

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Adinda Pryanka, Ahmad Fikri Noor

Pemerintah mendorong pariwisata halal agar mencapai target yang sudah dicanangkan sejak 2014. Sektor pariwisata juga diminta melakukan lompatan pertumbuhan dengan memanfaatkan teknologi.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mencanangkan dua target wisata halal pada 2019, yakni mencapai pertumbuhan tinggi dan peringkat pertama destinasi pariwisata ramah Muslim versi Global Muslim Travel Index (GMTI).

Melalui keterangan tertulis pada Ahad (9/12), Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menargetkan 5 juta wisatawan Muslim dunia pada 2019 seperti yang dicanangkan empat tahun lalu.

Angka itu tumbuh 42 persen dari tahun ini yang sekitar 3,5 juta. "Target kunjungan wisman (wisatawan mancanegara—Red) halal tourism itu mencapai 25 persen dari target 20 juta kunjungan wisman," ungkap Arief.

Arief menjelaskan, pertumbuhan tinggi pariwisata halal Indonesia sangat diperlukan untuk meyakinkan pelaku bisnis Tanah Air terhadap sektor ini. Terlebih, wisata ini memiliki pasar yang luas, pertumbuhannya tinggi, dan peluang labanya besar.

Arief mengatakan, Indonesia juga menargetkan menjadi destinasi wisata halal terbaik dunia 2019 dan paling ramah wisatawan Muslim versi GMTI. Saat ini, Indonesia berada di peringkat kedua bersama Uni Emirat Arab.

"Naiknya Indonesia di peringkat pertama akan memudahkan Indonesia merebut pasar wisata halal global. Pasar ini diproyeksikan mencapai 220 miliar dolar AS pada 2020 mendatang," ungkap Arief.

Motor perekonomian

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menilai sektor pariwisata akan menjadi salah satu motor penggerak ekonomi Indonesia dan membantu pencapaian Tujuan-Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs).

"Yang menjadi kelemahan Indonesia saat ini, pertumbuhan pariwisata sifatnya hanya gradual Ini tidak membuat Indonesia berada di posisi utama tujuan wisata secara global," kata Bambang dalam Seminar Indonesia Forum 2018 di Jakarta, Jumat (7/12).

Pariwisata adalah salah industri dengan potensi terbesar di Indonesia, baik untuk lapangan kerja maupun peningkatan nilai tambah dan devisa. Dibandingkan dengan negara yang setara, jumlah wisman yang masuk Indonesia masih relatif rendah.

Bappenas mencatat, angka kunjungan wisman ke Indonesia baru 11,7 persen dari total wisman di ASEAN. Untuk mengembangkan industri pariwisata dan menarik wisman lebih banyak, Indonesia perlu mengoptimalkan penggunaan teknologi digital.

Survei Bank Dunia pada 2018 menunjukkan, 44 persen wisatawan menggunakan platform media digital Tripadvisor, 22 persen menggunakan konten media sosial, dan 26 persen menggunakan situs panduan wisata untuk memutuskan tujuan wisata.

"Keberadaan revolusi industri keempat diharapkan ikut membuat sektor pariwisata bisa makin baik. Namun, itu tentu harus diimbangi pembangunan infrastruktur," kata Bambang.

Dalam visi Indonesia 2045, Bappenas memproyeksikan Indonesia dapat melompat menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2036. Saat itu, penggerak ekonomi Indonesia didominasi sektor industri manufaktur, pertanian, dan pariwisata. Kunjungan wisman diproyeksi 73 juta orang per tahun dan menjadi sumber utama devisa.

"Sektor pariwisata akan menjadi penentu kemajuan ekonomi Indonesia," kata Bambang.

Bupati Trenggalek Emil Dardak mengatakan, sektor pariwisata adalah hal yang sangat menarik untuk daerah. Pariwisata dapat menjadi alat tercepat untuk mengenalkan potensi daerah.

"Dimulai dari pariwisata, setelah itu tercipta perdagangan dan lahir investasi," kata Emil kepada Republika.

Menurut Emil, salah satu bentuk kemajuan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pariwisata adalah big data. Dia mengatakan, data merupakan hal penting untuk dapat mengemas atraksi wisata di suatu daerah.

"Karena wisatawan tidak hanya ingin menikmati alamnya, tapi juga atraksi yang tersedia di sana. Teknologi juga membantu kita menganalisis tren permintaan pasar," kata Emil.  (ed: fuji pratiwi)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement