Rabu 05 Dec 2018 18:28 WIB

RUU Minol tak Kunjung Selesai, Komitmen Parpol Dipertanyakan

Anggota DPD menyesalkan alot dan berlarut-larutnya pembahasan RUU Minol.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Gerakan Nasional Anti Miras Fahira Idris menyampaikan pendapatnya saat diskusi forum legislasi di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/11).
Foto: ANTARA FOTO
Ketua Gerakan Nasional Anti Miras Fahira Idris menyampaikan pendapatnya saat diskusi forum legislasi di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Fahira Idris menyesalkan alot dan berlarut-larusnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU LMB). Fahira mempertanyakan komitmen partai politik (parpol) dalam menyelesaikan ruu tersebut.

Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) ini mengatakan, Padahal di lapangan pelanggaran terkait minol dan tindakan kriminal yang dipicu minol di berbagai daerah di Indonesia sangat marak terjadi. Dia mengaku pesimis RUU LMB bisa selesai dibahas terlebih di tahun politik seperti ini.

Oleh karena itu, sudah saatnya publik mengangkat persoalan RUU LMB ini ke pentas Pemilu 2019 dengan menarik komitmen parpol dan para capres terhadap larangan minol di republik ini. "Mau sampai kapan persoalan minol yang begitu serius ini kita biarkan saja tanpa ada aturan undang-undangnya. Negeri ini seperti tidak punya skala prioritas,” ujarnya, Rabu (5/12).

Padahal, lanjut Fahira, jika ditinjau dari sisi substansi, RUU LMB ini sudah sangat bagus, ideal, dan menjadi solusi persoalan miras yang begitu kompleks. Kata 'larangan' pada judul, sebenarnya adalah sebuah semangat dari RUU ini akan bahaya konsumsi minol terutama bagi generasi muda.  Karena masih kata Fahira, dalam RUU ini, minol masih diperbolehkan untuk kepentingan terbatas sehingga tidak dilarang total.

"Jadi banyak yang salah kaprah. Intinya minol dalam RUU ini diatur untuk kepentingan terbatas dan ini sebenarnya menjadi solusi," jelasnya.

Salah satu persoalan utama maraknya pelanggaran minol saat ini, lanjut Fahira adalah, ringannya sanksi hukum. Sebab belum ada aturan hukum khusus tentang minol yang tegas dan berlaku nasional. Persoalan lainnya adalah, walau sudah merdeka 73 tahun, bangsa ini belum mempunyai program nasional sosialisasi bahaya minol dan program rehabilitasi pecandu minol. Kondisi ini mengakibatkan tingkat konsumsi minol semakin tinggi.

"Semua persoalan ini (sanksi hukum dan kewajiban pemerintah melaksanakan sosialisasi bahaya minol dan memfasilitasi rehabiltasi pecandu minol) dijawab tuntas oleh RUU LMB ini. Keduanya menjadi kewajiban pemerintah. Jadi isi dan substansinya sangat bagus. Makanya kita heran kenapa tidak juga selesai dibahas," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement