Rabu 05 Dec 2018 17:27 WIB

Pemkot Pesimistis 2019 Kota Yogyakarta Bebas Kawasan Kumuh

Kemungkinan Yogya bebas kawasan kumuh baru akan tercapai pada 2021.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Kawasan kumuh (ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Kawasan kumuh (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menargetkan pada 2019 bebas kawasan kumuh. Namun, hal tersebut belum dinilai tidak akan tercapai tepat waktu.

Kepala Bidang Perumahan Pemukiman dan Tata Bangunan, Dinas PUPKP Kota Yogyakarta, Sigit Setiawan mengatakan, kemungkinan hal tersebut baru akan tercapai pada 2021. Ia menyebutkan hal itu karena masih terdapat kendala yang ditemui dalam upaya penanganan kawasan kumuh di Yogyakarta.  

"Kemarin dari kesepakatan dari RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Cipta Karya, itu kan 2019 nol kumuh. Tapi kami masih dalam tahap berdiskusi, paling tidak dua sampai tiga tahun ke depan hingga 2021 (baru terwujud Yogyakarta bebas kumuh)," kata Sigit kepada Republika, Rabu (05/12).  

Ia menjelaskan, kendala yang ditemui di antaranya adanya tata bangunan masyarakat yang tidak teratur. Hal itu dilihat dari sisi bangunan, apakah strukturnya tahan gempa atau tidak. Pun, juga dilihat dari sisi pencahayaan hingga luas ruangan dan jarak bangunan dengan jalan.  

Sementara itu, kawasan tersebut tidak semuanya merupakan milik pemerintah, ada yang milik pribadi masyarakat. Sehingga, dalam melakukan penataan harus melakukan persetujuan dengan masyarakat. "Kawasan itu ada yang di ranah pribadi, dan itu yang harus kami komunikasikan ke masyarakat. Dan tidak semua orang bersedia ditata," katanya menambahkan.  

Hal lainnya yang membuat masyarakat enggan untuk ditata karena dana yang dianggarkan tidak sesuai. Sehingga, dalam menerapkan Program Rehab Rumah Tidak Laik Huni (RTLH), juga harus ada swadaya dari masyarakat.  

"Anggaran yang tersedia segini, sementara RTLH butuh dana yang lebih, dan kita tidak bisa mengganggarkan lebih dari itu. Sehingga harus ada swadaya dari masyarakat, misalnya untuk tukangnya dan mereka memang tidak sanggup," ujarnya.  

Untuk itu, pihaknya akan terus melakukan penanganan. Tentunya dengan mencari solusi lain.  "Solusi ini yang perlu kita diskusikan lebih lanjut, misalnya CSR," kata Sigit.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement